JEJAK KEGEMILANGAN UMAT ISLAM DALAM PENTAS SEJARAH DUNIA

| |
0 comments
Oleh: Ir. H. Budi Suherdiman Januardi, MM.


Sejarah perjuangan umat Islam dalam pentas peradaban dunia berlangsung sangat lama sekira 13 abad, yaitu sejak masa kepemimpinan Rasulullah Saw di Madienah (622-632M); Masa Daulat Khulafaur Rasyidin (632-661M); Masa Daulat Umayyah (661-750M) dan Masa Daulat Abbasiyah (750-1258 M) sampai tumbangnya Kekhilafahan Turki Utsmani pada tanggal 28 Rajab tahun 1342 H atau bertepatan dengan tanggal 3 Maret 1924 M, dimana masa-masa kejayaan dan puncak keemasannya banyak melahirkan banyak ilmuwan muslim berkaliber internasional yang telah menorehkan karya-karya luar biasa dan bermanfaat bagi umat manusia yang terjadi selama kurang lebih 700 tahun, dimulai dari abad 6 M sampai dengan abad 12 M. Pada masa tersebut, kendali peradaban dunia berada pada tangan umat Islam.



Pada saat berjayanya peradaban Islam semangat pencarian ilmu sangat kental dalam kehidupan sehari-hari. Semangat pencarian ilmu yang berkembang menjadi tradisi intelektual secara historis dimulai dari pemahaman (tafaqquh) terhadap al-Qur'an yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad saw yang kemudian dipahami, ditafsirkan dan dikembangkan oleh para sahabat, tabiin, tabi' tabiin dan para ulama yang datang kemudian dengan merujuk pada Sunnah Nabi Muhammad saw.

ERA RASULULLOH SAW (622-632M) DAN PERIODE DAULAT KHULAFAUR RASYIDIN (632-661 M)

Kesuksesan Rasulullah Muhammad Saw dalam membangun peradaban Islam yang tiada taranya dalam sejarah dicapai dalam kurun waktu 23 tahun, 13 tahun langkah persiapan pada periode Makkah (Makiyyah) dan 10 tahun periode Madienah (Madaniyah). Periode 23 tahun merupakan rentang waktu kurang dari satu generasi, dimana beliau Saw telah berhasil memegang kendali kekuasaan atas bangsa-bangsa yang lebih tua peradabannya saat itu khususnya Romawi, Persia dan Mesir.

Seorang ahli pikir Perancis bernama Dr. Gustave Le Bone mengatakan:
“Dalam satu abad atau 3 keturunan, tidak ada bangsa-bangsa manusia dapat mengadakan perubahan yang berarti. Bangsa Perancis memerlukan 30 keturunan atau 1000 tahun baru dapat mengadakan suatu masyarakat yang bercelup Perancis. Hal ini terdapat pada seluruh bangsa dan umat, tak terkecuali selain dari umat Islam, sebab Muhammad El-Rasul sudah dapat mengadakan suatu masyarakat baru dalam tempo satu keturunan (23 tahun) yang tidak dapat ditiru atau diperbuat oleh orang lain”.

Masa kerasulan Muhammad Saw pada akhir periode Madienah merupakan puncak (kulminasi) peradaban Islam, karena disitulah sistem Islam disempurnakan dan ditegakkan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

“Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu”. (QS. Al-Maidah ayat 3).

Generasi masa itu merupakan generasi terbaik sebagaimana firman Alloh Swt:“Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Alloh”. (QS. Ali Imran ayat 110).

PERIODE DAULAT UMAYYAH (661-750M)
Masa Kedaulatan Umayyah berlangsung selama lebih kurang 90 tahun. Beberapa orang Khalifah besar Bani Umayyah ini adalah Muawiyah bin Abi Sufyan (661-680 M), Abdul Malik bin Marwan (685- 705 M), Al-Walid bin Abdul Malik (705-715 M), Umar bin Abdul Aziz (717- 720 M) dan Hasyim bin Abdul Malik (724- 743 M).

Awal berlangsungya periode Daulat Umayyah lebih memprioritaskan pada perluasan wilayah kekuasaan. Ekspansi wilayah yang sempat terhenti pada masa Khalifah Utsman dan Khalifah Ali dilanjutkan kembali oleh Daulat Umayyah. Pada zaman Muawiyah, Tunisia ditaklukkan. Di sebelah Timur, Muawiyah dapat menguasai daerah Khurasan sampai ke sungai Oxus dan Afganistan sampai ke Kabul. Angkatan lautnya melakukan serangan-serangan ke ibu kota Bizantium, Konstantinopel. Ekspansi ke timur yang dilakukan Muawiyah kemudian dilanjutkan oleh khalifah Abdul Malik. Dia mengirim tentara menyeberangi sungai Oxus dan dapat berhasil menundukkan Balkh, Bukhara, Khawarizm, Ferghana dan Samarkand. Tentaranya bahkan sampai ke India dan dapat menguasai Balukhistan, Sind dan daerah Punjab sampai ke Maltan.

Ekspansi ke Barat secara besar-besaran dilanjutkan pada zaman Al-Walid bin Abdul Malik. Masa pemerintahan Walid adalah masa ketenteraman, kemakmuran dan ketertiban, dimana umat Islam merasa hidup bahagia. Pada masa pemerintahannya yang berjalan kurang lebih sepuluh tahun, tercatat bahwa pada tahun 711 M merupakan suatu ekspedisi militer dari Afrika Utara menuju wilayah Barat Daya, benua Eropa. Setelah Al-Jazair dan Marokko dapat ditundukan, Tariq bin Ziyad, panglima pasukan Islam, dengan pasukannya menyeberangi selat yang memisahkan antara Marokko dengan benua Eropa, dan mendarat di suatu tempat yang sekarang dikenal dengan nama Gibraltar (Jabal Tariq). Tentara Spanyol dapat dikalahkan. Dengan demikian, Spanyol menjadi sasaran ekspansi selanjutnya. Ibu kota Spanyol, Cordova, dengan cepatnya dapat dikuasai. Menyusul setelah itu kota-kota lain seperti Sevi'e, Elvira dan Toledo yang dijadikan ibu kota Spanyol yang baru setelah jatuhnya Cordova. Pasukan Islam memperoleh kemenangan dengan mudah karena mendapat dukungan dari rakyat setempat yang sejak lama menderita akibat kekejaman penguasa. Pada zaman Umar bin Abdul Aziz, serangan dilakukan ke Prancis melalui pegunungan Piranee. Serangan ini dipimpin oleh Aburrahman bin Abdullah Al-Ghafiqi. Ia mulai dengan menyerang Bordeau, Poitiers. Dari sana ia mencoba menyerang Tours. Namun, dalam peperangan yang terjadi di luar kota Tours, Al-Ghafiqi terbunuh, dan tentaranya mundur kembali ke Spanyol. Disamping daerah-daerah tersebut di atas, pulau-pulau yang terdapat di Laut Tengah juga jatuh ke tangan Islam pada zaman Bani Umayyah.

Dengan keberhasilan ekspansi ke beberapa daerah, baik di timur maupun barat, wilayah kekuasaan Islam masa Bani Umayyah ini betul-betul sangat luas. Daerah-daerah itu meliputi Spanyol, Afrika Utara, Syria, Palestina, Jazirah Arabia, Irak, sebagian Asia Kecil, Persia, Afganistan, daerah yang sekarang disebut Pakistan, Purkmenia, Uzbek, dan Kirgis di Asia Tengah.

Disamping ekspansi kekuasaan Islam, Bani Umayyah juga banyak berjasa dalam pembangunan di berbagai bidang. Pada bidang pengembangan keilmuan, Daulat Umayyah mengawalinya dengan mengeluarkan sebuah kebijakan startegis. Adalah Khalifah Abdul Malik (685-705M) merupakan Khalifah pertama yang berhasil melakukan berbagi pembenahan administrasi pemerintahan dimana beliau memerintahkan penggunaan Bahasa Arab sebagai bahasa resmi administrasi pemerintahan dan kenegaraan di seluruh wilayah Islam yang membentang dari Pegunungan Thian Shan di sebelah Timur sampai Pegunungan Pyrenees di Sebelah Barat termasuk dalam berbagai administrasi kenegaraan lainnya yang pada perkembangan selanjutnya Bahasa Arab menjadi bahasa umum sebagai bahasa pengantar dunia (lingua franca), juga menjadi bahasa diplomatik antar Bangsa diantara Barat dan Timur bahkan berkembang menjadi bahasa ilmiah sampai kepada zaman renaissance, hingga Roger Bacon (1214-1294 M) dari Oxford ahli pikir Inggeris terbesar itu, menurut Ecyclopedia Britanica, 1951, volume II, halaman 191-197, mendorong sedemikian rupa untuk mempelajari Bahasa Arab guna memperoleh pengetahuan yang sangat murni, yang menyatakan bahwa: “Roger Bacon, placing Averroes beside Aristole and Avicenna, recomends the study of Arabic as the only way of getting the knowledge which bad versions obscured”, yakni “menganjurkan mempelajari Bahasa Arab sebagai jalan satu-satunya bagi memperoleh ilmu yang telah dikaburkan oleh versi-versi yang jelek” sebelumnya.

Kemajuan tradisi intelektual dan ilmu pengetahuan pada zaman Daulat Umayyah di Andalusia dirasakan oleh masyarakat Eropa. Oliver Leaman menggambarkan kondisi kehidupan intelektual di sana sebagai berikut:

“….pada masa peradaban agung [wujud] di Andalus, siapapun di Eropa yang ingin mengetahui sesuatu yang ilmiyah ia harus pergi ke Andalus. Di waktu itu banyak sekali problem dalam literatur Latin yang masih belum terselesaikan, dan jika seseorang pergi ke Andalus maka sekembalinya dari sana ia tiba-tiba mampu menyelesaikan masalah-masalah itu. Jadi Islam di Spanyol mempunyai reputasi selama ratusan tahun dan menduduki puncak tertinggi dalam pengetahuan filsafat, sains, tehnik dan matematika. Ia mirip seperti posisi Amerika saat ini, dimana beberapa universitas penting berada”.

Pada bidang lainnya, pembangunan yang dilakukan Muawiyah diantaranya mendirikan dinas pos dan tempat-tempat tertentu dengan menyediakan kuda yang lengkap dengan peralatannya di sepanjang jalan. Dia juga berusaha menertibkan angkatan bersenjata dan mencetak mata uang. Pada masanya, jabatan khusus seorang hakim (qadhi) mulai berkembang menjadi profesi tersendiri. Qadhi adalah seorang spesialis dibidangnya. Khalifah Abdul Malik mengubah mata uang Bizantium dan Persia yang dipakai di daerah-daerah yang dikuasai Islam. Untuk itu, dia mencetak uang tersendiri pada tahun 659 M dengan memakai kata-kata dan tulisan Arab. Keberhasilan Khalifah Abdul Malik diikuti oleh puteranya Al-Walid bin Abdul Malik (705-715 M) seorang yang berkemauan keras dan berkemampuan melaksanakan pembangunan. Dia membangun panti-panti untuk orang cacat. Semua personel yang terlibat dalam kegiatan yang humanis ini digaji oleh negara secara tetap. Dia juga membangun jalan-jalan raya yang menghubungkan suatu daerah dengan daerah lainnya, pabrik-pabrik, gedung-gedung pemerintahan dan masjid-masjid yang megah.

Pada lapangan perdagangan yakni pada saat peradaban Islam telah menguasai dunia perdagangan sejak permulaan Daulat Umayyah (661-750M), dimana pesisir lautan Hindia sampai ke Lembah Sind, sehingga terjalin kesatuan wilayah yang luas dari Timur sampai Barat yang berimplikasi terhadap lancarnya lalu-lintas dagang di dataran antara Tiongkok dengan dunia belahan Barat pegunungan Thian Shan melalui Jalan Sutera (Silk Road) yang terkenal itu, yang kemudian terbuka pula jalur perdagangan melalui Teluk Parsi, Teluk Aden yang menghubungkannya dengan kota-kota dagang di sepanjang pesisir Benua Eropa, menyebabkan “kebutuhan Eropa pada saat itu amat tergantung pada kegiatan dagang di dalam wilayah Islam”.

PERIODE DAULAT ABBASIYAH (132H/750M s.d. 656H/1258 M)
Masa Kedaulatan Abbasiyah berlangsung selama 508 tahun, sebuah rentang sejarah yang cukup lama dalam sebuah peradaban. Berdasarkan perubahan pola pemerintahan dan politik, para sejarawan biasanya membagi masa pemerintahan Bani Abbas menjadi lima periode: (1) Periode Pertama (132 H/750 M-232 H/847 M), disebut periode pengaruh Persia pertama; (2) Periode Kedua (232 H/847 M-334 H/945 M), disebut pereode pengaruh Turki pertama; (3) Periode Ketiga (334 H/945 M-447 H/1055 M), masa kekuasaan dinasti Buwaih dalam pemerintahan khilafah Abbasiyah. Periode ini disebut juga masa pengaruh Persia kedua; (4) Periode Keempat (447 H/1055 M-590 H/l194 M), masa kekuasaan dinasti Bani Seljuk dalam pemerintahan khilafah Abbasiyah; biasanya disebut juga dengan masa pengaruh Turki kedua; (5) Periode Kelima (590 H/1194 M-656 H/1258 M), masa khalifah bebas dari pengaruh dinasti lain, tetapi kekuasaannya hanya efektif di sekitar kota Bagdad.

Tidak seperti pada periode Umayyah, Periode pertama Daulat Abbasiyah lebih memprioritaskan pada penekanan pembinaan peradaban dan kebudayaan Islam daripada perluasan wilayah. Fakta sejarah mencatat bahwa masa Kedaulatan Abbasiyah merupakan pencapaian cemerlang di dunia Islam pada bidang sains, teknologi dan filsafat. Pada saat itu dua pertiga bagian dunia dikuasai oleh Kekhilafahan Islam.

Masa sepuluh Khalifah pertama dari Daulat Abbasiyah merupakan masa kejayaan (keemasan) peradaban Islam, dimana Baghdad mengalami kemajuan ilmu pengetahuan yang pesat. Secara politis, para khalifah betul-betul merupakan tokoh yang kuat dan merupakan pusat kekuasaan politik dan agama sekaligus. Di sisi lain, kemakmuran masyarakat mencapai tingkat tertinggi. Periode ini juga berhasil menyiapkan landasan bagi perkembangan filsafat dan ilmu pengetahuan dalam Islam. Namun setelah periode ini berakhir, pemerintahan Bani Abbas mulai menurun dalam bidang politik, meskipun filsafat dan ilmu pengetahuan terus berkembang.

Pada masa sepuluh Khalifah pertama itu, puncak pencapaian kemajuan peradaban Islam terjadi pada masa pemerintahan Harun Al-Rasyid (786-809 M). Harun Al-Rasyid adalah figur khalifah shaleh ahli ibadah; senang bershadaqah; sangat mencintai ilmu sekaligus mencintai para ‘ulama; senang dikritik serta sangat merindukan nasihat terutama dari para ‘ulama. Pada masa pemerintahannya dilakukan sebuah gerakan penerjemahan berbagai buku Yunani dengan menggaji para penerjemah dari golongan Kristen dan penganut agama lainnya yang ahli. Ia juga banyak mendirikan sekolah, yang salah satu karya besarnya adalah pembangunan Baitul Hikmah, sebagai pusat penerjemahan yang berfungsi sebagai perguruan tinggi dengan perpustakaan yang besar. Perpustakaan pada masa itu lebih merupakan sebuah universitas, karena di samping terdapat kitab-kitab, di sana orang juga dapat membaca, menulis dan berdiskusi.

Harun Al-Rasyid juga menggunakan kekayaan yang banyak untuk dimanfaatkan bagi keperluan sosial. Rumah sakit, lembaga pendidikan dokter, dan farmasi didirikan. Pada masanya sudah terdapat paling tidak sekitar 800 orang dokter. Disamping itu, pemandian-pemandian umum juga dibangun. Kesejahteraan, sosial, kesehatan, pendidikan, ilmu pengetahuan, dan kebudayaan serta kesusasteraan berada pada zaman keemasannya. Pada masa inilah negara Islam menempatkan dirinya sebagai negara terkuat yang tak tertandingi.

Terjadinya perkembangan lembaga pendidikan pada masa Harun Al Rasyid mencerminkan terjadinya perkembangan dan kemajuan ilmu pengetahuan. Hal ini sangat ditentukan oleh perkembangan bahasa Arab, baik sebagai bahasa administrasi yang sudah berlaku sejak zaman Bani Umayyah, maupun sebagai bahasa ilmu pengetahuan.

Pada masa pemerintahan Abbasiyah pertama juga lahir para imam mazhab hukum yang empat hidup Imam Abu Hanifah (700-767 M); Imam Malik (713-795 M); Imam Syafi'i (767-820 M) dan Imam Ahmad bin Hanbal (780-855 M).

Pencapaian kemajuan dunia Islam pada bidang ilmu pengetahuan tersebut tidak terlepas dari adanya sikap terbuka dari pemerintahan Islam pada saat itu terhadap berbagai budaya dari bangsa-bangsa sebelumnya seperti Yunani, Persia, India dan yang lainnya. Gerakan penterjemahan yang dilakukan sejak Khalifah Al-Mansur (745-775 M) hingga Harun Al-Rasyid berimplikasi terhadap perkembangan ilmu pengetahuan umum, terutama di bidang astronomi, kedokteran, filsafat, kimia, farmasi, biologi, fisika dan sejarah.

Menurut Demitri Gutas proses penterjemahan di zaman Abbasiyah didorong oleh motif sosial, politik dan intelektual. Ini berarti bahwa para pihak baik dari unsur masyarakat, elit penguasa, pengusaha dan cendekiawan terlibat dalam proses ini, sehingga dampaknya secara kultural sangat besar.

Gerakan penerjemahan pada zaman itu kemudian diikuti oleh suatu periode kreativitas besar, karena generasi baru para ilmuwan dan ahli pikir muslim yang terpelajar itu kemudian membangun dengan ilmu pengetahuan yang diperolehnya untuk mengkontribusikannya dalam berbagai bidang ilmu pengetahuan.

Menurut Marshall, proses pengislaman tradisi-tradisi itu telah berbuat lebih jauh dari sekadar mengintegrasikan dan memperbaiki, hal itu telah menghasilkan energi kreatif yang luar biasa. Menurutnya, periode kekhalifahan dalam sejarah Islam merupakan periode pengembangan di bidang ilmu, pengetahuan dan kebudayaan, dimana pada zaman itu telah melahirkan tokoh-tokoh besar di bidang filsafat dan ilmu pengetahuan seperti Ibnu Sina, Ibnu Rusyd, Al-Farabi. Berbagai pusat pendidikan tempat menuntut ilmu dengan perpustakaan-perpustakaan besar bermunculan di Cordova, Palermo, Nisyapur, Kairo, Baghdad, Damaskus, dan Bukhara, dimana pada saat yang sama telah mengungguli Eropa yang tenggelam dalam kegelapan selama berabad-abad. Kehidupan kebudayaan dan politik baik dari kalangan orang Islam maupun non-muslim pada zaman kekhilafahan dilakukan dalam kerangka Islam dan bahasa Arab, walaupun terdapat perbedaan-perbedaan agama dan suku yang plural.

Pada saat itu umat Islam telah berhasil melakukan sebuah akselerasi, jauh meninggalkan peradaban yang ada pada saat itu. Hidupnya tradisi keilmuan, tradisi intelektual melalui gerakan penerjamahan yang kemudian dilanjutkan dengan gerakan penyelidikan yang didukung oleh kuatnya elaborasi dan spirit pencarian, pengembangan ilmu pengetahuan yang berkembang secara pesat tersebut, mengakibatkan terjadinya lompatan kemajuan di berbagai bidang keilmuan yang telah melahirkan berbagai karya ilmiah yang luar biasa.
Menurut Oliver Leaman proses penterjemahan yang dilakukan ilmuwan muslim tidak hanya menterjemahkan karya-karya Yunani secara ansich, tetapi juga mengkaji teks-teks itu, memberi komentar, memodifikasi dan mengasimilasikannya dengan ajaran Islam. Proses asimilasi tersebut menurut Thomas Brown terjadi ketika peradaban Islam telah kokoh. Sains, filsafat dan kedoketeran Yunani diadapsi sehingga masuk kedalam lingkungan pandangan hidup Islam. Proses ini menggambarkan betapa tingginya tingkat kreativitas ilmuwan muslim sehingga dari proses tersebut telah melahirkan pemikiran baru yang berbeda sama sekali dari pemikiran Yunani dan bahkan boleh jadi asing bagi pemikiran Yunani.

Pada masa-masa permulaan perkembangan kekuasaan, Islam telah memberikan kontribusi kepada dunia berupa tiga jenis alat penting yaitu paper (kertas), compass (kompas) and gunpowder (mesiu). Penemuan alat cetak (movable types) di Tiongkok pada penghujung abad ke-8 M dan penemuan alat cetak serupa di Barat pada pertengahan abad 15 oleh Johann Gutenberg, menurut buku Historians’ History of the World, akan tidak ada arti dan gunanya jika Bangsa Arab tidak menemukan lebih dahulu cara-cara bagi pembuatan kertas.

Pencapaian prestasi yang gemilang sebagai implikasi dari gerakan terjemahan yang dilakukan pada zaman Daulat Abbasiah sangat jelas terlihat pada lahirnya para ilmuwan muslim yang mashur dan berkaliber internasional seperti : Al-Biruni (fisika, kedokteran); Jabir bin Hayyan (Geber) pada ilmu kimia; Al-Khawarizmi (Algorism) pada ilmu matematika; Al-Kindi (filsafat); Al-Farazi, Al-Fargani, Al-Bitruji (astronomi); Abu Ali Al-Hasan bin Haythami pada bidang teknik dan optik; Ibnu Sina (Avicenna) yang dikenal dengan Bapak Ilmu Kedokteran Modern; Ibnu Rusyd (Averroes) pada bidang filsafat; Ibnu Khaldun (sejarah, sosiologi). Mereka telah meletakkan dasar pada berbagai bidang ilmu pengetahuan.

Beberapa ilmuwan muslim lainnya pada masa Daulat Abbasiyah yang karyanya diakui dunia diantaranya:
• Al-Razi (guru Ibnu Sina), berkarya dibidang kimia dan kedokteran, menghasilkan 224 judul buku, 140 buku tentang pengobatan, diterjemahkan ke dalam Bahasa Latin. Bukunya yang paling masyhur adalah Al-Hawi Fi ‘Ilm At Tadawi (30 jilid, berisi tentang jenis-jenis penyakit dan upaya penyembuhannya). Buku-bukunya menjadi bahan rujukan serta panduan dokter di seluruh Eropa hingga abad 17. Al-Razi adalah tokoh pertama yang membedakan antara penyakit cacar dengan measles. Dia juga orang pertama yang menyusun buku mengenai kedokteran anak. Sesudahnya, ilmu kedokteraan berada di tangan Ibnu Sina;
• Al-Battani (Al-Batenius), seorang astronom. Hasil perhitungannya tentang bumi mengelilingi pusat tata surya dalam waktu 365 hari, 5 jam, 46 menit, 24 detik, mendekati akurat. Buku yang paling terkenal adalah Kitab Al Zij dalam bahasa latin: De Scienta Stellerum u De Numeris Stellerumet Motibus, dimana
terjemahan tertua dari karyanya masih ada di Vatikan;
• Al Ya’qubi, seorang ahli geografi, sejarawan dan pengembara. Buku tertua dalam sejarah ilmu geografi berjudul Al Buldan (891), yang diterbitkan kembali oleh Belanda dengan judul Ibn Waddih qui dicitur al-Ya’qubi historiae;
• Al Buzjani (Abul Wafa). Ia mengembangkan beberapa teori penting di bidang matematika (geometri dan trigonometri).

Sejarah telah membuktikan bahwa kontribusi Islam pada kemajuan ilmu pengetahuan di dunia modern menjadi fakta sejarah yang tak terbantahkan. Bahkan bermula dari dunia Islamlah ilmu pengetahuan mengalami transmisi (penyebaran, penularan), diseminasi dan proliferasi (pengembangan) ke dunia Barat yang sebelumnya diliputi oleh masa ‘the Dark Ages’ mendorong munculnya zaman renaissance atau enlightenment (pencerahan) di Eropa.

Melalui dunia Islam-lah mereka mendapat akses untuk mendalami dan mengembangkan ilmu pengetahuan modern. Menurut George Barton, ketika dunia Barat sudah cukup masak untuk merasakan perlunya ilmu pengetahuan yang lebih dalam, perhatiannya pertama-tama tidak ditujukan kepada sumber-sumber Yunani, melainkan kepada sumber-sumber Arab.

Sebelum Islam datang, menurut Gustav Le Bon, Eropa berada dalam kondisi kegelapan, tak satupun bidang ilmu yang maju bahkan lebih percaya pada tahayul. Sebuah kisah menarik terjadi pada zaman Daulat Abbasiah saat kepemimpinan Harun Al-Rasyid, tatkala beliau mengirimkan jam sebagai hadiah pada Charlemagne seorang penguasa di Eropa. Penunjuk waktu yang setiap jamnya berbunyi itu oleh pihak Uskup dan para Rahib disangka bahwa di dalam jam itu ada jinnya sehingga mereka merasa ketakutan, karena dianggap sebagai benda sihir. Pada masa itu dan masa-masa berikutnya, baik di belahan Timur Kristen maupun di belahan Barat Kristen masih mempergunakan jam pasir sebagai penentuan waktu.

Bagaimana kondisi kegelapan Eropa pada zaman pertengahan (Abad 9 M) bukan hanya pada aspek mental-dimana cenderung bersifat takhayul, demikian pula halnya dalam aspek fisik material. Hal ini sebagaimana digambarkan oleh William Drapper:

“Pada zaman itu Ibu Kota pemerintahan Islam di Cordova merupakan kota paling beradab di Eropa, 113.000 buah rumah, 21 kota satelit, 70 perpustakaan dan toko-toko buku, masjid-masjid dan istana yang banyak. Cordova menjadi mashur di seluruh dunia, dimana jalan yang panjangnya bermil-mil dan telah dikeraskan diterangi dengan lampu-lampu dari rumah-rumah di tepinya. Sementara kondisi di London 7 abad sesudah itu (yakni abad 15 M), satu lampu umumpun tidak ada. Di Paris berabad-abad sesudah zaman Cordova, orang yang melangkahi ambang pintunya pada saat hujan, melangkah sampai mata kakinya ke dalam lumpur”.

Menurut Philip K. Hitti, jarak peradaban antara kaum muslimin di bawah kepemimpinan Harun Al-Rasyid jauh melampaui peradaban yang ada pada orang-orang Kristen pimpinan Charlemagne.

Pertengahan abad 9 M peradaban Islam telah meliputi seluruh Spanyol. Masuknya Islam ke Spanyol yaitu setelah Abdur Rahman ad-Dakhil (756 M) berhasil membangun pemerintahan yang berpusat di Andalusia.

Melalui Spanyol, Sicilia dan Perancis Selatan yang berada langsung di bawah pemerintahan Islam, peradaban Islam memasuki Eropa. Bahasa Arab menjadi bahasa internasional yang digunakan berbagai suku bangsa di berbagai negeri di dunia. Baghdad di Timur dan Cordova di Barat, dua kota raksasa Islam menerangi dunia dengan cahaya gilang-gemilang. Sekitar tahun 830 M, Alfonsi-Raja Asturia telah mendatangkan dua sarjana Islam untuk mendidik ahli warisnya. Sekolah Tinggi Kedokteran yang didirikan di Perancis (di Montpellier) dibina oleh beberapa orang Mahaguru dari Andalusia. Keunggulan ilmiah kaum muslimin tersebar jauh memasuki Eropa dan menarik kaum intelektual dan bangsawan Barat ke negeri-negeri pusatnya. Diantara mereka terdapat Roger Bacon (Inggeris); Gerbert d’Aurillac yang kemudian menjadi Paus Perancis pertama dengan gelar Sylvester II, selama 3 tahun tinggal di Todelo mempelajari ilmu matematika, astronomi, kimia dan ilmu lainnya dari para sarjana Islam.

Tidaklah mengherankan, karena pada saat kekhilafahan Islam berkuasa saat itu Spanyol menjadi pusat pembelajaran (centre of learning) bagi masyarakat Eropa dengan adanya Universitas Cordova. Di Andalusia itulah mereka banyak menimba ilmu, dan dari negeri tersebut muncul nama-nama ‘ulama besar seperti Imam Asy-Syathibi pengarang kitab Al-Muwafaqat, sebuah kitab tentang Ushul Fiqh yang sangat berpengaruh; Ibnu Hazm Al-Andalusi pengarang kitab Al-Fashl fi al-Milal wa al-Ahwa’ wa an-Nihal, sebuah kitab tentang perbandingan sekte dan agama-agama dunia, dimana bukti tersebut telah mengilhami penulis-penulis Barat untuk melakukan hal yang sama.

Di Andalusia (Spanyol bagian Selatan), berbagai universitasnya pada saat itu dipenuhi oleh banyak mahasiswa Katolik dari Perancis, Inggeris, Jerman dan Italia. Pada masa itu, para pemuda Kristen dari berbagai negara di Eropa dikirim berbondong-bondong ke sejumlah perguruan tinggi di Andalusia guna menimba ilmu pengetahuan dan teknologi dari para ilmuwan muslim. Adalah Gerard dari Cremona; Campanus dari Navarra; Aberald dari Bath; Albert dan Daniel dari Morley yang telah menimba ilmu demikian banyak dari para ilmuwan muslim, untuk kemudian pulang dan menggunakannya secara efektif bagi penelitian dan pengembangan di masing-masing bangsanya. Dari sini kemudian sebuah revolusi pemikiran dan kebudayaan telah pecah dan menyebarluas ke seluruh masyarakat dan seluruh benua. Para pemuda Kristen yang sebelumnya telah banyak belajar dari para ilmuwan muslim, telah berhasil melakukan sebuah transformasi nilai-nilai yang unggul dari peradaban Islam yang kemudian diimplementasikan pada peradaban mereka (Barat) yang selanjutnya berimplikasi terhadap kemajuan diberbagai bidang ilmu pengetahuan.

Semaraknya pengembangan ilmu dan pengetahuan di dunia Islam diindikasikan dengan banyaknya perpustakaan tersebar di kota-kota dan negeri-negeri Islam yang jumlahnya sangat fantastis. Sejarah mencatat, perpustakaan di Cordova pada abad 10 Masehi mempunyai 600.000 jilid buku. Perpustakaan Darul Hikmah di Cairo mempunyai 2.000.000 jilid buku. Perpustakaan Al Hakim di Andalusia mempunyai berbagai buku dalam 40 kamar yang setiap kamarnya berisi 18.000 jilid buku. Perpustakaan Abudal Daulah di Shiros (Iran Selatan) buku-bukunya memenuhi 360 kamar. Sementara ratusan tahun sesudahnya (abad 15 M), menurut catatan Catholik Encyclopedia, perpustakaan Gereja Canterbury yang merupakan perpustakaan dunia Barat yang paling kaya saat jumlah bukunya tidak melebihi 1.800 jilid buku.

Sejarah juga mencatat bahwa Uskup Agung Raymond di Spanyol mendirikan Badan Penterjemah di Todelo yang ditujukan guna menterjemahkan sebagian besar karangan sarjana-sarjana Muslim tentang ilmu pasti, astronomi, kimia, kedokteran, filsafat, dll, dimana waktu yang dibutuhkan untuk menterjemahkannya yaitu lebih dari satu setengah abad (1135-1284 M).

Dari pusat-pusat peradaban Islam yang meliputi Baghdad, Damaskus, Cordova, Sevilla, Granada dan Istanbul, telah memancarkan sinar gemerlap yang menerangi seluruh penjuru dunia terlebih Cordova, Sevilla, Granada yang merupakan bagian dari kekuasaan Islam di Spanyol telah banyak memberikan kontribusi besar terhadap tumbuh dan berkembangnya peradaban modern di dunia Barat.

PERIODE SETELAH DAULAT ABBASIYAH SAMPAI TUMBANGNYA KEKHILAFAHAN TURKI UTSMANI
Pada masa Khilafah Utsmani, para ahli sejarah sepakat bahwa zaman Khalifah Sulaiman Al-Qanuni (1520-1566 M) merupakan zaman kejayaan dan kebesaran yang pada masanya telah jauh meninggalkan negara-negara Eropa di bidang militer, sains dan politik.

Pasca berakhirnya keluasaan Daulat Abbasiyah, kepemimpinan Islam berlanjut dengan kepemimpinan Daulat Utsmaniyah. Daulat Utsmaniyah yang juga dikenal dengan sebutan Kesultanan atau Kekaisaran Turki Ottoman, didirikan oleh Bani Utsman, yang selama lebih dari enam abad kekuasaannya (1299 s.d. 1923) dipimpin oleh 36 orang sultan, sebelum akhirnya runtuh dan terpecah menjadi beberapa negara kecil.

Kesultanan ini menjadi pusat interaksi antar Barat dan Timur selama enam abad. Pada puncak kekuasaannya, Kesultanan Utsmaniyah terbagi menjadi 29 propinsi dengan Konstantinopel (sekarang Istambul) sebagai ibukotanya. Pada abad ke-16 dan ke-17, Kesultanan Usmaniyah menjadi salah satu kekuatan utama dunia dengan angkatan lautnya yang kuat. Kekuatan Kesultanan Usmaniyah terkikis secara perlahan-lahan pada abad ke-19, sampai akhirnya benar-benar runtuh pada abad 20. Musuh-musuh Islam membutuhkan waktu selama satu abad untuk melepaskan ikatan ideologi Islam dari tubuh umat Islam, yang pada akhirnya tanggal 3 Maret 1924 M yang bertepatan dengan tanggal 28 Rajab 1342 Hijriah, melalui Mustafa Kemal Attaturk yang merupakan agen Inggris dan anggota Freemasonry (sebuah organisasi Yahudi), membubarkan institusi Kekhilafahan Islam terakhir di Turki dan menggantikannya dengan Republik Turki. Maka, sejak saat itu ideologi Islam benar-benar terkubur ditandai dengan dihilangkannya institusi khilafah oleh majelis nasional Turki dan diusirnya Khalifah terakhir.

BEBERAPA CATATAN PENTING
Menyimak betapa besar kontribusi Islam terhadap lahirnya peradaban Islam berskala dunia terutama dalam hal ilmu pengetahuan dan teknologi, sesungguhnya kemajuan yang dicapai Barat pada mulanya bersumber dari peradaban Islam. Dunia Barat sekarang sejatinya berterima kasih kepada umat Islam. Akan tetapi pada kenyataannya pihak Barat (non Muslim) telah sengaja menutup-nutupi peran besar atas jasa para pejuang dan ilmuwan muslim tersebut yang pada akhirnya terabaikan bahkan sampai terlupakan. Oleh karena itu, umat Islam perlu kembali menggelorakan semangat keilmuan para ilmuwan muslim atas sumbangsihnya yang amat besar bagi peradaban umat manusia di dunia dalam menyongsong kembali kejayaan Islam dan umatnya.

Kita dapat menyimak, bahwa puncak pencapaian penguasaan sains dan teknologi pada zaman kejayaan umat Islam masa lalu terkait erat dengan tegaknya sistem kekhilafahan, dimana adanya sistem komando yang terintegrasi secara global yang peranan secara politik sejalan dengan peranan agama. Kita juga mendapatkan gambaran dalam sejarah bahwa sosok para pemimpin terdahulu yang shaleh selain sebagai seorang negarawan yang handal dan mumpuni, juga sebagai seorang ‘ulama wara’ yang takut pada Rabb-nya, mencintai ilmu serta mencintai rakyatnya. Pada aspek ini kita bisa melihat adanya integrasi tiga pilar utama dalam pembentukan peradaban Islam yaitu agama, politik dan ilmu pengetahuan terpadu dalam satu kendali sistem kekhilafahan dibawah pimpinan seorang khalifah.

Keberlangsungan sistem kekhilafahan terutama sejak zaman Daulat Umayyah dan Daulat Abbasiyah walaupun bersifat khalifatul mulk (estapeta kepemimpinan didasarkan pada keturunan/dinasti) yang adakalanya dipimpin oleh orang shaleh dan sekali waktu dipimpin oleh orang zhalim dan durhaka, tetapi seburuk-buruk kondisi pada masa kehilafahan, masih jauh lebih baik daripada masa setelah tercerabutnya kehilafahan, karena pada masa kekhilafahan hukum Islam masih tegak dan ditaati oleh umat Islam, demikian juga adanya ketaatan terhadap berbagai fatwa para ‘ulama.

Segala hal yang baik dari para pendahulu umat Islam seyogiannya menjadi cerminan teladan bagi kita, sementara segala hal yang kurang baik, sejatinya dijadikan sebagai pelajaran yang sangat berharga.

Awal meredupnya peradaban Islam yang terjadi sejak abad ke-8 hijriah (abad 13 M) hingga abad ke-14 hijriah (abad 20 M) yang telah mengakibatkan proses peralihan dari peradaban Islam ke keradaban Barat yang ditandai dengan masa pencerahan di dunia Barat serta terjadinya penjajahan, penaklukan dan aneksasi terhadap negeri-negeri muslim oleh armada perang dari negara-negara Barat lebih disebabkan oleh melemahnya legitimasi politik dunia Islam karena peran kekhilafahan cenderung bersifat simbol serta hanya sebatas seremonial saja hingga tumbangnya sistem kekhilafahan di dunia Islam. Dari situlah kemudian dimulainya hegemoni dunia Barat terhadap dunia Islam.

Jadi, sesungguhnya faktor utama kekalahan dan melemahnya peran umat Islam bukanlah terletak pada kuatnya pihak musuh-musuh Islam, tetapi lebih disebabkan oleh melemahnya kekuatan umat Islam yang diakibatkan oleh perbuatan kemaksiatan yang dilakukan. Kemaksiatan terbesar terutama berupa sikap menyekutukan Alloh Swt (musyrik) dalam beribadah serta tidak memperdulikan lagi atas berbagai aturan (syari’at) yang diperintahkan-Nya.

Perbuatan maksiat yang dilakukan oleh umat Islam itulah yang telah dikhawatirkan oleh Umar bin Kaththabr.a. saat beliau menjadi Khalifah, hal ini sebagaimana dapat kita simak dari pesan tertulis beliau yang pernah disampaikannya kepada Sa’ad bin Abi Waqash ketika akan menghadapi sebuah pertempuran. Pada surat itu ditulis pesan sebagai berikut:

“Umar bin Kaththab ra. telah menulis sepucuk surat kepada Sa’ad bin Abi Waqash r.a.: ‘Sesungguhnya kami memerintahkan kepadamu dan kepada seluruh pasukan yang kamu pimpin, agar taqwa dalam segala keadaan, karena taqwa kepada Alloh merupakan seutama-utamanya persiapan dan strategi paling kuat dalam menghadapi pertempuran. Aku perintahkan pula kepadamu dan pasukan yang kamu pimpin agar benar-benar menjaga diri dari berbuat maksiat. Karena maksiat yang engkau perbuat pada saat berjuang lebih aku khawatirkan daripada kekuatan musuh, sebab engkau akan ditolong Alloh jika musuh-musuh Alloh telah berbuat banyak maksiat, karena jika tidak demikian kamu tidak akan punya kekuatan sebab jumlah kita tidaklah sebanyak jumlah pasukan mereka, dimana persiapan mereka berbeda dengan persiapan yang kita lakukan. Jika kita sama-sama berbuat maksiat sebagaimana yang dilakukan oleh musuh-musuh kita, maka kekuatan musuh akan semakin hebat. Sangatlah berat kita akan dapat mengalahkan musuh kita jika hanya mengandalkan pada kekuatan yang kita miliki, kecuali dengan mengandalkan ketaqwaan kita kepada Alloh dan senantiasa menjaga diri dari berbuat maksiat...” (Lihat : Kitab Al ‘Aqdul Farid jilid I, hlm. 101; Kitab Nihayatul Arab jilid VI, hlm. 168; Kitab Ikhbarul Umar wa Ikhbaru Abdullah bin Umar jilid I, hlm. 241-242; Kitab Ikbasu min Ikhbarul Khulafa Ar-Rosyidin hlm 779, serta buku Jihad tulisan Dr. Mahfudz Azzam, hlm. 28).


SENARAI PUSTAKA :
1. Abu Khalil, Syauqi. Harun Al Rasyid, Pemimpin dan Raja yang Mulia. Jakarta: Pustaka Azzam, 2002.
2. Al-Sharqawi, Effat. Filsafat Kebudayaan Islam. Bandung: Penerbit Pustaka, 1986.
3. Enan, M.A. Decisive Moments in the History of Islam (Detik-detik Menentukan dalam Sejarah Islam). Alih Bahasa oleh Mahyuddin Syaf, Surabaya: Bina Ilmu, 1979.
4. Gibbon, Edward. The Decline and The Fall of Roman Impire, Abridged and Illustrated London. United Kingdom: Bison Books Ltd. 1979.
5. Gutas, Dimitri. Greek Thought, Arabic Culture, The Graeco-Arabic Translation Movement in Baghdad and Early Abbasid Society (2nd-4th/8th-10 centuries). Routledge, London-New York, 1998.
6. Muttaqo Al Hindi. Kitab ‘Muntakhob Kanzu’l-Ummal, Jilid VI.
7. Koentjaraningrat. Kebudayaan, Mentalitas dan Pembangunan. Jakarta: Gramedia, 1985.
Leaman, Oliver. Scientif and Philosophical Enquiry: Achievement and Reaction in Muslim History dalam Farhad Daftary (ed), Intellectual Traditions in Islam, I.B Tauris, London-New York in Association with The Institute of Ismaili Studies, 2000.
8. Leaman, Oliver. An Introduction to Medieval Islamic Philosophy, Cambridge: University Press, Cambridge, 1985.
9. Muhammad Ash-Shalabi, Ali. Bangkit & Runtuhnya Khilafah Utsmaniyah. Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2004.
10. Nasution, Harun. Islam Ditinjau dari berbagai Aspeknya. Jilid I, cetakan kelima. Jakarta: UI Press, 1985.
11. Sou’yb, Joesoef. Sejarah Daulat Khulafaur Rasyidin. Jakarta: Bulan Bintang, 1979.
12. Sou’yb, Joesoef. Sejarah Daulat Umayyah. Jakarta: Bulan Bintang, 1977.
13. Sou’yb, Joesoef. Sejarah Daulat Abbasiah. Jakarta: Bulan Bintang, 1977.
14. Stryzewska, Bojena Gajane. Tarikh al-Daulat al-Islamiyah. Beirut: Al Maktab Al-Tijari, tanpa tahun.
15. Suyuthi, Imam. Tarikh Khulafa. Jakarta: Pustaka Al Kautsar, 2006.
16. Syalabi, A. Sejarah dan Kebudayaan Islam, Jilid I. Jakarta: Pustaka Alhusna, 1987, cet. V.
17. Watt, W. Montgomery. Kejayaan Islam: Kajian Kritis dari Tokoh Orientalis. Yogyakarta: Tiara Wicana Yogya, 1990.
18. Yatim, Badri. Sejarah Peradaban Islam, Dirasah Islamiyah II, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2006.
19. Zarkasyi, Hamid Fahmy. Membangun Peradaban Islam. Makalah Workshop Pemikiran Ideologis, Forum Ukhuwwah Islamiyah, Daerah Istimewa Yogyakarta, 15 April 2007.
20. Zallum, Abdul Qadim. Konspirasi Barat Meruntuhkan Khilafah Islamiyah, Telaah Politik Menjelang Runtuhnya Negara Islam. Bangil: Al-Izzah, 2001.
Read More

Cooperative Learning: Theory and Research

| |
0 comments
This volume seeks to provide a reply to the question, "What have recent theory and research to contribute to our understanding of cooperative learning and its effects on teachers and students?" As such, this volume concentrates on how that set of instructional methods generally included under the title of "cooperative learning" affects its practitioners and their clients, the students. As expected, the effects of any instructional method probably can be found over a broad range of dependent and mediating variables, and this is certainly the case for cooperative learning. Some investigators might feel that such diversity in the dependent variables discussed in a volume of this kind detracts from the theoretical unity of the book. By necessity, the theory and research related to a specific form of teaching lead in many different directions. Investigators interested, for example, in thinking patterns, inter-group relations, motivation, or teachers' verbal behavior, may find only one study or theoretical paper in this book to be of relevance to their work. Since investigators frequently focus on topics that often appear as dependent or mediating variables in educational settings rather than as part of the chief independent variable typical of schools, namely the process of instruction, some can claim that a book of this kind cannot be meaningful to the community of investigators concerned with education.

In light of this latter position, one that is often implicit in many volumes of collected papers on psycho-educational topics, it seemed desirable to make explicit the goal of this book. The goal here is to illuminate at least some of the major effects of cooperative learning methods as (part of) an independent vari
able. Clearly the concern of this book is how a set of particular instructional methods affects people in classrooms and what this form of instruction contributes to them, or fails to contribute. After all, it is the instructional process, perhaps more than any other major variable in schools, over which we exert a relatively large degree of control and which we can change more readily, despite the impediments, than many of the other personal or social variables found in classroom settings. Yet, the characteristics and procedures of teaching methods receive relatively meager attention in the research literature, compared with their role and significance in the process of schooling.
Investigators of cooperative learning methods and their effects appear to be expressing the position that significant improvement in the processes of teaching and learning in school can be achieved. In order to do so we must pay considerable attention to the manner in which instruction is conducted, no less than we attend to the contents of the curriculum. Curriculum development is traditionally considered to be a discipline in the field of education. Yet, relatively little attention is paid to methods or models of teaching beyond having prospective teachers learn the standard procedures of presenting material to students with a variety of techniques (lectures, audio-visual aids, demonstrations, etc.) and asking them questions about the material they heard or read about (which is how the teacher candidates themselves are prepared for their profession). The typical "methods" courses for teaching specific subject matter concentrate primarily on the subject matter and only very little on the "methods." Thus, course titles notwithstanding, models of teaching, in terms of the design of the process of instruction, receive only peripheral recognition in most university departments of education. This volume seeks to draw attention to cooperative learning as a model of teaching (actually a set of models) that produces a wide range of positive effects of the kind that schools claim they wish to generate. Therein lies one of its main claims on the attention of the readers of this book and to a central place in the professional skills of teachers, trainers of teachers, school administrators, and investigators of the instructional process.
It is my hope that the chapters of this volume are consistent with these goals, and I would like to express my appreciation to all of the authors who have contributed their efforts to this project.
Cooperative Learning and Achievement: Methods for Assessing Causal Mechanisms
GEORGE P. KNIGHT AND ELAINE MORTON BOHLMEYER
The research on cooperative learning environments has generally focused upon several well-developed classroom structures. These environments substantially modify the nature of the classroom in an attempt to foster cooperation. Further, this research has focused upon the effects of cooperative learning on academic achievement and interpersonal relationships (cf. Sharan et al. 180, 1984; Slavin et al. 1985). In the present chapter we will be concerned only with the influence of cooperative learning environments upon academic achievement; however, much of our analysis of the research and our recommended research directions may be applied to the effects on interpersonal relationships as well. We will briefly review, first, some of the most commonly used cooperative learning environments and second, the research on the hypothesized causal mechanisms through which cooperative learning environments may influence academic achievement. We will also discuss what we believe are critical limitations of this research which seriously limit our ability to make confident inferences regarding the causal mechanisms. Finally, we will describe an example research approach that we believe will dramatically improve our ability to infer the causal mechanisms through which cooperative learning affects academic achievement.
COOPERATIVE LEARNING METHODS
A number of cooperative learning methods have been developed and are being used. We will focus upon those cooperative learning methods that have been most widely adopted by educators and which have stimulated considerable research. Thus, our review of cooperative learning methods will be by no means exhaustive and some well-developed methods will be omitted. However, we believe the set of issues described in subsequent sections of this chapter is applicable to all cooperative learning methods.
Circles of Learning (Learning Together)
When Johnson and Johnson ( 1975) developed their method of cooperative learning, often called Learning Together, it was quite general in terms of implementation. A cooperative goal structure was described as one in which there is a group goal, sharing of ideas and materials, a division of labor when appropriate, and group rewards. In the research reports of this method, the typical description was that students worked as a group to complete a single group product, shared ideas and helped each other with answers to questions, made sure all members were involved and understood group answers, and asked for help from each other before asking the teacher, and the teacher praised and rewarded the group on the basis of group performance ( Johnson and Johnson 1979; Johnson, Johnson, and Skon 1979; Johnson et al. 1983).Recently, Johnson et al. ( 1984) have called their method Circles of Learning and have delineated the following 18 specific steps for implementation (some of which are optional):
1. Clearly specify instructional objectives.
2. Limit group size to no more than six. (Students new to cooperative learning should be in smaller groups to help ensure that everyone will participate.)
3. Structure groups to achieve heterogeneity in terms of ability, sex, and ethnicity. (Occasionally, homogeneous groups may be used to master specific skills.)
4. Arrange groups in circles to facilitate communication.
5. Use instructional materials to promote interdependence among students. Several alternatives are suggested, such as giving only one copy of the materials to a group so that students will have to share, giving each student in the group access to only one part of the lesson, and structuring competition among groups so that students will have to depend upon each other for their group to win.
6. Assign roles to ensure interdependence. Suggested roles are summarizer-checker, to summarize the lesson and to quiz group members; encourager, to solicit and encourage contributions from each member; recorder, to write down group decisions or a group report; and observer, to check for collaboration among group members.
7. Explain the academic task.
8. Structure positive goal interdependence. This can be accomplished by having the group produce a single product or by providing group rewards based on the individual performance of each group member.
9. Structure individual accountability for learning so that all group members must


contribute. For example, the teacher may give individual tests, randomly select members to explain a group project, have members edit each other's work, or randomly select one member's work on which to base a group grade.
11. Structure inter-group cooperation.
12. 11. Explain criteria for success. Grading must be objective rather than on a curve. With heterogeneous groups, criteria for earning points for one's group may need to be individually determined.
13. 12. Specify desired behaviors. Suggested beginning behaviors are to stay with the group, use each other's names, and take turns. More advanced behaviors include making sure each group member participates in discussions and understands and agrees with group answers.
14. 13. Monitor students' behavior continually for problems with the task or with collaborative efforts.
15. 14. Provide task assistance. The teacher will need to intervene at times to clarify instructions, answer questions, encourage discussions, and to teach academic skills.
16. 15. Intervene to teach collaborative skills of effective communication, building a trusting environment, and constructive management of controversy.
17. 16. Provide closure to the lesson, with summaries by students and teacher.
18. 17. Evaluate the students' work. A variety of methods of evaluation are permitted. There may be only a cooperative incentive, with each person in a group receiving the same grade. There may be both an individualistic and a cooperative incentive, with individual grades for each student and a group reward based on the combined grades of group members, or students may receive individual grades with bonus points based on how many members of their group reached a criterion.
19. 18. Assess group functioning through ongoing observation and discussion of group process.

read more click the link below:
Read More

Inquiry Training Model

| |
0 comments
A detailed description of the teacher education scenario in India: Past and present was presented in the preceding chapter. The lacunae were indentified and needed action was discussed. Teacher education programme in science cannot exist in isolation from the school programmes. (baca selengkapnya)
Read More

Teaching Physics, in The Class

| |
0 comments

Teaching Physics, in The Class

Oleh : Pristiadi Utomo


PERMASALAHAN
Permasalahan artikel ini adalah bagaimana menjadi guru Fisika yang baik. Artikel ini mencoba mengungkapkan kiat-kiat menjadi guru Fisika yang baik. Kategori baik di artikel ini disoroti dalam proses pembelajaran Fisika di kelas. Tidak cukup hanya dengan mempersiapkan pembelajaran di waktu sebelumnya, keberhasilan guru Fisika dalam proses pembelajaran di kelas ditentukan banyak kriteria. Kriteria-kriteria tersebut tidak selamanya rumit dan menyulitkan untuk dilakukan oleh guru-guru Fisika secara umum termasuk guru-guru Fisika di Indonesia. Justru hal-hal seperti itulah yang sering luput dari perhatian guru-guru Fisika selama proses pembelajaran di kelas.

HASIL YANG DIPEROLEH
Ada tujuh kriteria yang harus dipedomani oleh setiap guru Fisika agar memperoleh kesuksesan dan keberhasilan dalam proses pembelajaran Fisika di kelas. Di antaranya sebagai berikut.
1. Waktu (time).
Usahakan peduli untuk tiba di kelas di awal waktu pembelajaran, karena harus yakin bahwa papan tulis bersih dan dilengkapi dengan peralatan untuk menulis. Selain itu perlu untuk mengecek segala yang diperlukan dalam proses pembelajaran siap dan berfungsi, misalnya mikropon dan loudspeaker, proyektor untuk film atau slide. Juga harus yakin bahwa peralatan untuk demonstrasi dirangkai dengan pantas dan berfungsi. Jika harus membagikan hand out materi tertulis untuk siswa, saat awal pembelajaran seperti inilah waktunya. Biasanya waktu tiba lebih awal itu 5 menit sebelum pembelajaran dimulai dirasa cukup.
Jangan biarkan siswa mengalihkan perhatian guru dengan pertanyaan-pertanyaan yang berbeda sebelum proses pembelajaran. Hal itu tidak dalam waktu yang semestinya, dan guru dapat meminta maaf namun seyogyanya jangan kasar.
Jika telah merencanakan tiba di kelas lebih awal, namun menemukan guru mata pelajaran sebelumnya masih mengajar, cobalah mengatakan padanya betapa menyesalnya Anda, tetapi waktunya telah habis dan Anda harus mengadakan beberapa persiapan. Jika Anda membiarkannya, berarti kehilangan waktu yang direncanakan dan kemungkinan hal itu akan terjadi lagi di lain kesempatan. Jika Anda tegas, mungkin hal itu tidak akan terjadi lagi. Apabila guru mataa pelajaran sebelumnya ada di kelas namun hanya bercakap-cakap dengan siswa, hal ini tidak menghalangi Anda untuk mengerjakan persiapan-persiapan yang diperlukan pembelajaran di kelas itu.
Menyelesaikan pembelajaran tepat pada waktunya adalah penting, karena siswa membutuhkan jeda waktu / istirahat, setidaknya merentangkan kaki dan tangannya atau untuk keperluan apapun lainnya. Juga jangan melakukan kepada guru lain apa-apa yang kita tidak suka jika hal itu juga menimpa kita.
Janganlah memulai pembelajaran dengan proyeksi dan demonstrasi yang memerlukan penggelapan, karena pada permulaan pembelajaran dan sesudah jeda waktu, ada siswa yang tiba di kelas terlambat dan membuka pintu kelas yang gelap menimbulkan kebingungan.
Di lain hal jangan menghabiskan waktu untuk mengulang-ulang pelajaran, kecuali untuk kepentingan klarifikasi. Memang benar bahwa “pengulangan adalah ibu dari semua pengetahuan”, tetapi biarkan siswa-siswa melakukan pengulangan ketika mereka mempelajari kembali materi pelajaran.
2. Menulis di papan tulis (writing on the board).
Komunikasi tertulis dengan siswa seharusnya dilakukan dalam rangka memberi kesempatan siswa untuk mencatat dan menggali materi pelajaran. Para siswa harus melihat sebelum penglihatan logisnya dan pengembangan matematis dari pelajaran, serta tidak hanya memperoleh sepotong informasi. Hal itu sebaiknya dilakukan dengan tulisan tangan di papan tulis (tidak masalah dengan memakai warna).
Pada permulaan pembelajaran, guru harus yakin dengan memeriksa saklar lampu, tirai/korden, bahwa papan tulis tidak memperoleh pantulan cahaya yang kuat, yang membuat kesulitan siswa untuk melihat teks tulisan. Gunakanlah potensi ruangan papan tulis dengan benar untuk urutan tulisan, janganlaah melompat-lompat dalam ruang-ruang kosong tak berurutan, yang akhirnya menyebabkan tidak mungkin bagi siswa untuk mengikuti pelajaran. Sebaiknya bagilah papan tulis menjadi beberapa ruang yang akan menjadi halaman tulisan dengan membuat garis vertikal seperlunya. Jika papan tulis telah penuh mulailah kembali dari halaman pertama papan tulis dengan menghapus seperlunya. Jika masih memerlukan rumus yang hendak dihapus maka tulis kembali rumus itu di tempat lain.
Hal penting yang perlu diingat bahwa, kita para guru Fisika ini tidaklah transparan, maka janganlah memposisikan diri sehingga selalu menghalangi tulisan di papan tulis, termasuk pada saat sedang menulispun.
Papan tulis selamanya tuli dan bisu, maka janganlah berbicara menghadap papan tulis, karena bisa jadi siswa tidak mendengar kecuali guru memakai mikropon. Balikkanlah badan berputar menghadapi audien bila menjelaskan apa saja yang Anda tulis.
3. Suara dan berisik (voice and noice).
Sangat alami menjumpai suara berisik dalam pembelajaran di kelas. Kelas bukan arena konser. Di kelas ada pertanyaan, jawaban dan pertukaran informasi diantara para siswa. Suara berisik itu seharusnya cukup rendah dan justru tidak mencegah suara guru yang harus didengar oleh audien. Cara pengatasannya bisa dengan mempertinggi suara guru atau mengurangi keberisikan. Guru berteriak-teriak bukan pemecahan masalah. Mempertinggi suara guru dengan menggunakan mikropon dan loudspeaker adalah pemecahan yang tepat terutama untuk ruang kelas besar dengaan banyak siswa. Sebaaiknya mikropon yang digunakan adalah wireless/tanpa kabel penghubung. Mengurangi keberisikan siswa adalah meminta audien tenang dan jangan memulai bicara sebelum benar-benar tenang.
Suara guru yang monoton jelas akan membuat para siswa bosan, maka dari itu guru harus menggunakan ekspresi intonasi/feeling.
4. Partisipasi murid (participation of the student).
Dalam proses pembelajaran para siswa juga mengambil peran di kelas, tidaak hanyaa sebagai audien belajar pasif, tetapi juga aktif menyampaiakan pertanyaan, berdiskusi dan berpartisipasi dalam demonstrasi. Proses pembelajaran tidak lengkap tanpa dibolehkannya dan siswa berkeinginan mengajukan pertanyaan. Biarkanlah siswa bertanya pada saatnya dalam proses pembelajaran, guru dapat mengisyaratkaan siswa untuk mulai bertanya, atau bila masih dalam alur pembicaraan atau pemikiran, mintalah siswa menunggu sampai selesai baru disilakan bertanya.
Setiap pertanyaan seharusnya diulang dengan jelas oleh guru untuk audien. Ketika seorang siswa bertanya, Ia berhadapan muka dengan guru bukan dengan teman-temannya, sehingga Ia tidak didengar dengan baik oleh teman-temannya. Akan sangat sukar baagi teman-temanya yang mendengar jawaban untuk memahaminya tanpa tahu apa pertanyaannya. Dalam banyak hal suatu pertanyaan didengar banyak orang, berikutnya tidak akan ditanyakan lagi.
Setiap pertanyaan harus ditanggapi dengan serius dan dijawab dengaan penjelasan yang sejelas-jelasnya. Terkadang siswa bertanya tanpa spesifikasi apapun, maka guru dapat meminta siswa tersebut untuk memberikan pertanyaannya lebih spesifik.
5. Kejelasan dan kesenangan (clarity and fun).
Setiap topik yang menjadi pembelajaran sebaiknya disampaikan dalam atmosfer kejelasan dan kesenangan dari para siswa. Setiap pelaajaran dapat dibuat lebih atraktif dan menarik, jika guru bertanya dari waktu ke waktu dengan pertanyaan yang menantang berdasar pemikiran materi yang manadapat dijawab tanpa perhitungan.
Humor menolong untuk mengimprovisasikan atmosfer pembelajaran. Kata-kata lucu atau pertanyaan lucu yang diulang dengan keras oleh guru dapat membawa suasana relaks. Kelucuan yang menyangkut materi pelajaran selalu bisa dihadirkan, atau dapat juga menghadirkan anekdot lucu, asal tidak berlebihan.
6. Ulangan yang keras (exam’s sweat).
Buatlah ulangan yang terbaik yang para guru bisa lakukan namun jangan semuanya pembuktian. Ulangan itu harus membuat setiap siswa mengerti apa yang dimasalahkan dan mengetahui apa yang seharusnya dilakukan, dalam arti siswa tahu kemampuannya untuk memecahkan atau tidak masalah yang ditanyakan.
Bila guru telah menyiapkan kunci jawaban dan ingin mengumumkannya, maka siswa harus diberitahu saat ulangan bahwa kunci jawaban akan di pasang di papan pengumuman. Paling-paling waktu diumumkan para siswa berkomentar “ wah … terlambat”.

7. Akhir yang menyenangkan (happy end).
Dalam mengelola kelas atau lab sebagai guru yang baik, guru harus mampu membuat persiapan yang cermat, jangaan mentolerir kesalahan sedikitpun. Hanya saat guru relaks Ia dapat peduli untuk mengimplementasikan teknik pembelajaran yang berbeda dan mengelola kelas dengan suasana menyenangkaan, yang dapat meningkatkan kemampuannya sebagai guru.
Sesudah mampu tampil di depan kelas dengan baik sebagai one-man show, guru dapat menulis naskah tentang pembelajaran atau pengalaman keterampilan mengajarnya. Barangkali bersama komite/musyawarah guru-guru meninjau dan mengevaluasi kurikulum atau silabus.
KESIMPULAN
Artikel ini memasalahkan tema aktual yang dialami guru-guru Fisika pada umumnya, terutama yang memiliki pengalaman belum lama yaitu kurangnya abilitas dan kapabilitas menyampaikan pembelajaran di dalam kelas. Pengelolaan kelas dari persiapan jauh sebelumnya mengenai materi pelajaran dan persiapan 5 menit sebelum proses pembelajaran dimulai, saat tampil selama proses pembelajaran, maupun sesudahnya banyak dikupas artikel ini dengan tepat dan banyak ditambahkan yang sesuai pengalaman penulis artikel. Namun di lain pihak artikel ini tidak membahas teknik pembelajaran topik per topik dari materi pembelajaran Fisika. Hal mana dirasa perlu karena masing-masing materi konsep Fisika memerlukan teknik instruksionaal atau pembelajaran yang tepat.
Pada dasarnya artikel ini bukan hasil penelitian yang kesimpulannya ditarik dari data-data yang diolah, melainkan artikel konseptual yang didasarkan pada pengalaman penulis yang mempunyai jam terbang cukup lama di bidangnya. Dengan demikian di beberapa bagian artikel ini terkesan subyektif, dan belum tentu cocok dapat dilakukan di tempat yang berbeda, oleh orang yang berbeda.
Read More

Ilmuwan Indonesia, Dimanakah dirimu berada?

| |
0 comments

Selama ini, kita telah sering mendengar berbagai penemuan dalam bidang fisika oleh para ilmuwan yang berasal dari negara lain. Penemuan-penemuan ini sangat membantu kehidupan manusia, khususnya dalam perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Namun, pertanyaan kita apakah ada penemuan dalam bidang fisika oleh putra-putri bangsa kita sendiri? 



Kita mungkin sudah bisa merasa bangga karena sudah bermunculan para ilmuan asal Indonesia yang menciptakan alat-alat yang dapat membantu perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di negera kita. Salah satunya adalah alat yang ditemukan oleh dosen Fakultas Ilmua Pengetahuan Alam Universitas Gajah Mada (FPMIPA UGM) yaitu Radiografi digital dengan efek radiasi rendah sekaligus harganya jauh lebih murah dari alat sejenis yang diimpor dari luar negeri.

Alat yang sama dengan tingkat teknologi lebih konvensioal dan diimpor selama ini dibandrol Rp 4 miliar. Sedang produk dalam negeri, harganya hanya Rp 500 juta hingga Rp 1 miliar.

Peralatan ini telah disertifikasi dan dipatenkan serta diperoleh hak patennya dari Direktorat Jenderal Hak Karya Intelektual (HKI) Departemen Hukum dan HAM .

Keunggulan produk dalam negeri, hasil citra radiografi digital hanya dengan pancaran radiasi sinar-X dengan dosis rendah, bisa dilakukan optimalisasi komponen dasar pembangkit sinar-X dan tabung XRII.

Koordinator Riset pada Group Riset Fisika Citra Dr Gede Bayu Suparta menyatakan peralatan untuk kedokteran ini telah mendapat paten dan hak eksklusif untuk diproduksi massal selama 20 tahun, terhitung sejak 19 Oktober 2009 dengan noomor Paten UGM: P00200500737. Pemanfaatan radiografi digital untuk diagnosis medis maupun industri, serta bagian keamanan.

Menurut dia, produksi peralatan kedokteran ini bisa saja kerja sama produsen alat radiologi dunia yang sudah eksis sekarang seperti GE, Toshiba, Hitachi. Jika tidak kerja sama, diproduksi sendiri juga bisa mengingat bahan kandungan lokal mencapai 70%, jumlah investasinya sangat rendah, antara Rp 500 juta-Rp 1 miliar.
Dari penawaran, tiga rumah sakit yang berminat memakai radiografi digital tersebut.
“Temuan ini memberi inspirasi bagi masyarakat untuk menggunakannya. Secara komersial dilindungi hukum di wilayah RI berlaku eksklusif selama 20 tahun,” kata dia di Yogyakarta, Jumat (4/12).

“Teknologi dan perangkatnya super murah. Bisa menghemat listrik, dosis radiasi rendah, lebih aman, cukup sekali tingkat pemotretan bisa hasilkan 20 citra,” kata dia.

Selain itu, alat ini tidak menggunakan film. Biaya operasional lebih rendah, menggunakan bahan lokal 75 persen. 
Sumber: pikiran-rakyat.com
Read More

Batik Fisika

| |
0 comments



Sinopsis

Batik adalah salah satu kekayaan budaya bangsa Indonesia yang menyimpan sejuta kearifan yang mengakar secara substansial, dari sisi ornamentasi harmoninya, proses pembuatannya hingga cara kita mengapresiasinya.Batik yang sangat kental dengan unsur tradisi terasa jauh dari jangkauan teknologi; sementara itu, fisika adalah ilmu yang dipandang lebih banyak berhubungan dengan rumus-rumus dan teknologi. Keduanya tampak bertolak belakang, namun Hokky Situngkir dan Rolan Dahlan memperlihatkan bahwa fisika adalah ilmu yang bisa digunakan untuk mengungkapkan keindahan batik, dan melalui fisika kita bisa berkreasi menciptakan desain-desain batik dengan cara menggabungkan pola-pola batik tradisional melalui aplikasi komputer.

Detail Buku

Judul                  : Batik Fisika
Seri                    : No. ISBN 9789792244847
Penulis               : Yohanes Surya & Tim Peneliti Bandung Fe Institute
Penerbit             : Gramedia Pustaka Utama (GPU) 21101090002|23
Tahun Terbit      : 2009
Berat Buku        : 150 gram
Jenis Cover        :Soft Cover 
Dimensi (L x P) :135 X 170
Kategori            : Hobi dan Hasta karya, Celupan dan Batik, Sains, Fisika

BELI 


Read More

Batik Fisika

| |
0 comments

JAKARTA, KOMPAS.com — Tim peneliti dari Bandung Fe Institute, Hokky Situngkir dan Rolan Dahlan, baru saja meluncurkan sebuah buku berjudul Fisika Batik.
Diluncurkan Rabu (1/7) siang tadi, peluncuran yang bertempat di Kafe FAB Toko Buku Gramedia, East Mall Grand Indonesia Shopping Town, Jakarta Pusat, tersebut dihadiri oleh Sri Sultan Hamengku Buwono X dan Prof Yohanes Surya sebagai pembicara.
Di buku ini, Hokky dan Rolan berusaha memperlihatkan dengan sederhana sebuah hubungan yang erat antara fisika dan batik. Hubungan tersebut mereka dapatkan melalui riset bersama Yayasan Surya Institute.

Hokky memaparkan bahwa fisika mampu mengungkapkan keindahan-keindahan yang dimiliki batik. Melalui buku ini akan terlihat jelas, sains modern dapat mendorong pemahaman mengenai filosofi dari seni batik. Acara peluncuran semakin ramai karena menarik perhatian pengunjung dan anak-anak yang tertarik akan fisika.
Sementara itu, Prof Yohanes Surya yang memberikan supervisinya untuk buku ini menyimpulkan bahwa batik pada dasarnya merupakan sebuah lukisan alam, tetapi disampaikan dalam bentuk yang berbeda.
"Ini adalah sebuah kemampuan luar biasa dari para leluhur kita. Batik yang diciptakan dengan peralatan sederhana itu mampu menerjemahkan keindahan alam dalam logika-logika fisika," tegasnya.
Secara khusus, Sultan sebagai pengisi antarmuka dari buku ini menyampaikan pendapatnya. Sultan mengatakan, batik sebagai kekayaan bangsa sesungguhnya mengandung kekayaan intelektual dari para pembuatnya.
"Ternyata hubungan antara fisika dengan batik sangat mendasar, meskipun dulu nenek moyang kita belum paham matematika," kata Sultan.
Berdasarkan perspektifnya sebagai orang Jawa, Sultan juga menyampaikan kegelisahannya akan perkembangan batik saat ini yang juga diklaim oleh negara lain.
"Kekayaan batik kita mencapai hingga 1.543 macam, namun yang terdaftar dalam HAKI baru sekitar 300 jenis. Melalui riset dan buku semacam ini saya berharap agar pelestarian batik akan lebih baik melalui pengetahuan dan teknologi yang kita kuasai," harap Sultan.
Di acara peluncuran buku ini juga diperkenalkan Nugra Akbari, siswa kelas satu SMA Global Mandiri yang berhasil menciptakan software untuk mendesain batik melalui komputer. Dalam proses pembuatan program yang dinamainya sebagai "M-Batik" tersebut, Nugra juga dibimbing oleh Hokky dan Rolan.
Melalui karyanya ini Nugra berharap, generasi-generasi muda sepertinya semakin mengenali dan melestarikan batik sebagai kekayaan budaya nasional yang sangat luar biasa.
Read More

Bermain Fisika Itu Asyik

| |
0 comments


Ringkasan Buku Bermain Fisika Itu Asyik. Percobaan-Percobaan Mengasyikkan untuk Anak-Anak

Selama ini kita sudah terbiasa berpikir bahwa pelajaran fisika itu pelajaran yang berat dan sulit. Namun sesungguhnya fisika itu menarik dan menyenangkan.

Buku ini berisi berbagai percobaan sebagai sarana untuk membangkitkan minat anak terhadap fisika. Percobaan-percobaan dalam buku ini dipilih yang mudah dilakukan, sebisa mungkin dapat dikerjakan sendiri oleh anak-anak tanpa bantuan orangtua, dan menggunakan alat-alat yang tidak membahayakan dan mudah diperoleh di rumah. Selain itu, percobaan-percobaan yang ditampilkan sangat bervariasi dan menggambarkan berbagai gejala alam yang terjadi di sekitar kita. Setiap percobaan disajikan dalam gambar-gambar yang menarik dan disertai penjelasan..

Selamat bereksperimen!


Dimensi: 21 x 27 cm
Tebal: 96 halaman
Cover: Soft Cover
ISBN: 978-979-22-4279-9
Kategori: Nonfiksi/Sains Populer

Tentang Pengarang: Harry Burowardi Johan
Beli
Read More

Physics reference Constants

| |
0 comments
Terkadang kita kesulitan dalam mengingat konstanta-konstanta dalam fisika. Oleh karena itu, saya mencoba menyediakannya kepada anda.


quantitysymbolvalue
acceleration due to gravity g 9.806 65 m/s2
age of Universe t0 15(5) Gy
atomic mass unit, unified u 931.494 32(28) MeV/c2 =
1.660 540 2(10) x 10-27 kg
astronomical unit au 1.495 978 706 6(2) x 1011 m
Avogadro constant NA 6.022 136 7(36) x 1023 mol-1
Bohr magneton muB 5.788 382 63(52) x 10-11 MeV/T
Bohr radius aoo 0.529 177 249(24) x 10-10 m
Boltzmann constant k 1.380 658(12) x 10-23 J/K =
8.617 385(73) x 10-5 eV/K
cosmic background energy density rhogamma 4.647 7 x 10-34 (T/2.726 K)4 g/cm3 =
0.260 71 (T/2.726 K)4 eV/cm3
cosmic background number density ngamma 410.89 (T/2.726 K)3 cm-3
cosmic background temperature T0 2.726 +- 0.005 K
critical density of Universe rhoc 2.775 366 27 x 1011 h02 MS Mpc-3 =
1.878 82(24) x 10-29 h02 g/cm3 =
1.053 94(13) x 10-5 h02 GeV/cm3
day, mean sidereal dsidereal 23h 56m 04s.090 53
deuteron (2H) mass md 1875.613 39(57) MeV/c2
Earth mass ME 5.973 70(76) x 1024 kg
Earth radius (equatorial) RE 6.378 140 x 106 m
electron charge magnitude e 1.602 177 33(49) x 10-19 C =
4.803 206 8(15) x 10-10 esu
electron mass me 0.510 999 06(15) MeV/c2 =
9.109 389 7(54) x 10-31 kg
electron radius, classical re 2.817 940 92(38) x 10-15 m
electron Compton wavelength lambdabare 3.861 593 23(35) x 10-13 m
entropy density/Boltzmann constant s/k 2.892 4 (T/2.726 K)3 cm-3
fine structure constant alpha 1/137.035 989 5(61)
gravitational constant GN 6.672 59(85) x 10-11 m3/(kg s2) =
6.707 11(86) x 10-39 h c/(GeV/c2)2
Hubble constant H0 100 h0 km/(s Mpc) =
h0/9.778 13 Gy
Hubble constant, normalized h0 0.5 < h0 <>
jansky Jy 10-26 W/(m2 Hz)
light year (deprecated) ly 0.306 6... pc =
0.946 1... x 1016 m
Naperian (natural) logarithm base e 2.718 281 828 459 045 235
nuclear magneton muN 3.152 451 66(28) x 10-14 MeV/T
parsec (au/arcsec) pc 3.085 677 580 7(4) x 1016 m =
3.262... ly
permeability of free space mu0 4 pi x 10-7 N/A2 =
12.566 370 614... x 10-7 N/A2
permittivity of free space epsilon0 8.854 187 817... x 10-12 F/m
pi pi 3.141 592 653 589 793 238
Planck constant h 6.626 075 5(40) x 10-34 J s
Planck constant, reduced hbar 1.054 572 66(63) x 10-34 J s =
6.582 122 0(20) x 10-22 MeV s
Planck mass mP 1.221 047(79) x 1019 GeV/c2 =
2.176 71(14) x 10-8 kg
proton (1H) mass mp 938.272 31(28) MeV/c2 =
1.672 623 1(10) x 10-27 kg =
1.007 276 470(12) u =
1836.152 701(37) me
Rydberg energy h c Roo 13.605 698 1(40) eV
Schwarzschild radius of Sun 2 GN MS/c2 2.953 250 08 km
speed of light in vacuum c 299 792 458 m/s
Stefan-Boltzmann constant sigma 5.670 51(19) x 10-8 W/(m2 K4)
strong coupling constant alphas 0.118(3)
Sun distance from Core Ro 8.0(5) kpc
Sun luminosity LS 3.846 x 1026 W
Sun mass MS 1.988 92(25) x 1030 kg
Sun radius (equatorial) RS 6.96 x 108 m
Sun speed around Core Thetao 220(20) km/s
Sun speed to cosmic background
369.5 +- 3.0 km/s
Thompson cross section sigmaT 0.665 246 16(18) barn
W+- boson mass mW 80.33(15) GeV/c2
Wien displacement law constant b 2.897 756(24) x 19) x 10-3 m K
year, sidereal (fixed star to fixed star, 1994) ysidereal 31 558 149.8 s
year, tropical (equinox to equinox, 1994) y 31 556 925.2 s
Z0 boson mass mZ 91.187(7) GeV/c2

Read More