Pengertian Evaluasi dan Penilaian
Istilah penilaian biasanya berhubungan dengan pencapaian siswa atas standar yang ditentukan oleh kurikulum, sedangkan istilah evaluasi dapat diterapkan untuk menyatakan penilaian pada bidang lain.
Proses penilaian merupakan perangkat afektif untuk menyampaikan apa yang diharapkan oleh sistem pendidikan IPA kepada semua pihak yang peduli terhadap pendidikan IPA. Kebijakan dan pelaksanaan penilaian menyediakan definisi operasional mengenai hal-hal yang dianggap penting.
Contohnya, penggunaan extended inquiry menyatakan apa saja yang harus dipelajari siswa, apa saja yang harus diajarkan oleh guru, dan di mana saja sumber belajar harus dialokasikan.
Contohnya, penggunaan extended inquiry menyatakan apa saja yang harus dipelajari siswa, apa saja yang harus diajarkan oleh guru, dan di mana saja sumber belajar harus dialokasikan.
Piranti Penilaian Belajar Siswa
Seiring dengan perkembangan proses pembelajaran yang dulunya teacher centre menjadi student centre, tidak menutup kemungkinan dari segi penilaian pembelajaran pun demikian seperti yang ditunjukan dalam tabel berikut ini.
Peranan | Dulu | Sekarang |
Guru | Mengajar | Mendefinisikan hasil pembelajaran, mengajar, melaksanakan penilaian utama |
Siswa | Dinilai | Menilai diri sendiri dan teman |
Kepala Sekolah | Menginterpretasi hasil ujian terstandard | Menginterpretasi hasil ujian dan menyediakan dukungan terhadap penilaian kelas |
Pelaksanaan | Dulu | Sekarang |
Tujuan | Akuntabilitas | Akuntabilitas, pembelajaran |
Penggunaan | Penyaringan hasil pengujian dari atas ke bawah | Penyaringan hasil pengujian dari atas ke bawah dan dari kelas ke atas |
Sasaran | Bersifat umum Tidak terbuka | Sangat terarah Bersifat terbuka |
Metode | Terutama berupa respon terpilih | Terutama berupa penilaian kinerja dan essay dengan beberapa respon terpilih |
Tabel 1 Perubahan Paradigma Penilaian
Berdasarkan National Science Education Standard in the United States (National Research Council, 1996: 100) perubahan fokus yang terjadi pada standard penilaian adalah sebagai berikut.
Hal yang dikurangi | Hal yang diutamakan |
Menilai yang mudah diukur | Menilai yang paling berharga |
Menilai pengetahuan yang memiliki ciri yang jelas | Menilai pengetahuan yang kaya dan berstruktur baik |
Menilai pengetahuan yang bersifat ilmiah | Menilai pemahaman dan pemikiran ilmiah |
Menilai untuk mempelajari apa yang tidak dipahami siswa | Menilai untuk mempelajari apa yang dipahami siswa |
Hanya melakukan penilaian atas pencapaian | Menilai pencapaian dan peluang untuk belajar |
Penilaian akhir dilakukan oleh guru | Siswa terlibat dalam penilaian yang sedang berlangsung atas hasil kerjanya dan hasil kerja temannya |
Pengembangan penilaian eksternal hanya oleh ahli | Guru terlibat dalam pengembangan penilaian eksternal |
Tabel 2 Perubahan Fokus Penilaian
Ada beberapa piranti yang bisa digunakan untuk mengevaluasi perkembangan belajar para siswa.
Pertama, Informal checks for understanding. Mengecek pemahaman siswa secara informal dapat dilakukan dengan cara tanya-jawab ketika pelajaran sedang berlangsung, bisa juga dalam bentuk mengecek pemahaman siswa atas pekerjaannya sendiri lewat pertanyaan-pertanyaan, dan lain-lain. Observasi guru dan dialog dengan siswa masuk dalam kategori ini. Informal check for understanding merupakan bagian integral dari proses pembelajaran bila kita menganut sistem ongoing assessment. Hasil observasi ini diharapkan dapat memberikan informasi yang memadai untuk menentukan strategi pembelajaran yang tepat sesuai dengan karakter siswa.
Kedua, Tes dan kuis. Test ini sifatnya bisa mingguan atau dua mingguan. Bentuknya dapat berupa tes dengan jawaban singkat, benar-salah, jodohkan, atau pilihan ganda. Test bisa juga panjang dan melibatkan analisa. Test yang kedua ini bentuknya berupa open-ended question, yang mendorong siswa untuk berpikir kritis, tidak sekedar mengulang apa yang tertulis dalam buku (hafalan). Pertanyaan yang sifatnya open-ended membutuhkan jawaban yang sifatnya konstruktif, tidak hanya memiliki satu jawaban yang benar, menekankan pada strategi pemecahan masalah, menggunakan kemampuan analisis, sintesis, lalu kemudian mengevaluasi kembali hasil analisanya. Jadi pertanyaan yang sifatnya open-ended mesti menuntut jawaban yang teruraikan secara sistematis dan melibatkan argumentasi yang memadai. Tes dan kuis mesti berfokus pada isi atau muatan pelajaran. Di sini yang kita assess adalah informasi faktual, konsep, skill yang diharapkan diperoleh siswa dari materi itu.
Ketiga, Project.
Project sifatnya bisa short-term maupun long-term (bulanan atau satu smester). Project lebih merupakan pengaplikasian teori atau konsep yang didapat di sekolah dalam kasus-kasus konkret, dengan tujuan, audiens dan situasi yang tertentu. Pada level ini, siswa dimungkinkan untuk menggarap project yang sesuai dengan minatnya. Project yang diberikan kepada siswa dapat terintegrasi dengan pelajaran lainnya. Project dapat membantu guru untuk menilai sejauh mana siswa dapat mengaplikasikan pengetahuan yang telah didapatnya, secara lintas ilmu. Misalnya antara penerapan pengetahuan berbahasa dan ilmu sosial, dan seterusnya.
Project sifatnya bisa short-term maupun long-term (bulanan atau satu smester). Project lebih merupakan pengaplikasian teori atau konsep yang didapat di sekolah dalam kasus-kasus konkret, dengan tujuan, audiens dan situasi yang tertentu. Pada level ini, siswa dimungkinkan untuk menggarap project yang sesuai dengan minatnya. Project yang diberikan kepada siswa dapat terintegrasi dengan pelajaran lainnya. Project dapat membantu guru untuk menilai sejauh mana siswa dapat mengaplikasikan pengetahuan yang telah didapatnya, secara lintas ilmu. Misalnya antara penerapan pengetahuan berbahasa dan ilmu sosial, dan seterusnya.
Selain ketiga piranti ini, kita juga masih memerlukan piranti-piranti lainnya. Di antaranya adalah anecdotal notes. Guru membuat catatan harian tentang apa yang dicapai siswa lebih khusus berkaitan dengan penguasaan materi pembelajaran atau aplikasi nilai-nilai dari materi yang diajarkan atau dipelajari. Anecdotal notes sifatnya individual atau per siswa.
Pekerjaan rumah. Selain bermanfaat untuk melihat sejauh mana siswa dapat menggunakan konsep yang telah dipelajari dalam mengerjakan PR-nya, PR juga membantu guru untuk mengukur keseriusan dan tanggung jawab siswa dalam belajar. Ketepatan waktu, kerapihan dan ketuntasan dalam mengerjakan PR dapat menjadi catatan guru. Agar maksimal, tentu saja komunikasi guru – orang tua sangat diharapkan untuk mendukung proses belajar siswa.
Report. Report bisa menjadi bagian dari satu project, bisa juga menjadi bagian yang berdiri sendiri. Kelengkapan informasi, sistematika atau komposisi, dan lain-lain menjadi hal yang diperhatikan dalam pengerjaan report. Sekali lagi report dapat terintegrasi dengan pelajaran lain.
Presentasi. Siswa yang sungguh menguasai pokok pembelajaran dapat diketahui lewat kemampuan presentasinya. Kendati demikian, harus juga diperhatikan karakter masing-masing siswa. Misalkan ada siswa yang sungguh menguasai materi tetapi sulit mengkomunikasikannya lewat presentasi. Karen itu guru harus mengenal karakter masing-masing siswanya.
Student self assessment. Hal ini jarang dilakukan di sekolah-sekolah yang semata-mata mengejar penuntasan kurikulum dalam proses belajarnya. Student self assessment bermanfaat untuk mendapat umpan balik dari para siswa. Siswa menilai dirinya sendiri sejauh mana dia telah menguasai materi yang telah diajarkan atau dipelajari.
Piranti penilaian ini digunakan sesuai kebutuhan saja. Tidak perlu dipakai sekaligus secara bersama dalam satu kesatuan waktu untuk satu pokok materi pelajaran. Guru menentukan kira-kira piranti mana yang dapat digunakan.
Persoalannya adalah bagaimana cara mengukur yang memadai untuk menentukan pencapaian siswa? Untuk test yang bisa langsung diberi skor seperti matematika atau test yang sifatnya rutin harian, tidak terlalu sulit, karena guru bisa dengan mudah memberi skor yang sesuai. Untuk test yang sifatnya kualitatif seperti project, presentasi, report, dan lain-lain, guru perlu menyiapkan satu piranti lagi yang disebut rubrik. Rubrik adalah suatu piranti atau dokumen yang perlu disiapkan guru. Rubrik berisi artikulasi atau gambaran atau batasan pencapaian siswa yang diharapakan dari tugas atau test. Dalam rubrik ditampilkan kriteria-kriteria yang diharapkan ada dalam pekerjaan siswa, atau pencapaian yang diharapkan dari satu test.
Self assessment
Dalam "Inside Black Box (1998)" dan Beyond the Black Box:Assessment FOR Learning"(1999), guru memiliki pengalaman dengan memberikan kesempatan kepada siswa untuk berpartisipasi dalam proses penilaian. Sejak banyak pelatihan dan dokumen penelitian yang membantu guru untuk mengembangkan cara dalam penggunaan penilaian untuk meningkatkan keberhasilan belajar siswa, misalnya mengikuti cara pada "working inside the Black Box"(2002) dengan mengilustrasikan bagian yang sangat penting dalam proses pembelajaran di sekolah menengah.
Inti dari penilaian pembelajaran adalah bagaimana cara untuk menginformasikan dan mengikutsertakan diri siswa dalam proses penilaian. Guru memfasilitasinya dengan memberikan pertanyaan pada mereka dari pengetahuan dan praktik untuk melihat bagaimana mereka menggunakan assessment tersebut tidak hanya untuk mengukur pembelajaran yang telah diperoleh tetapi untuk memungkinkan siswa belajar lebih efektif setelah proses pembelajaran.
Ini hal yang sangat penting, beberapa guru menggunakannya setiap saat.
Memberitahukan tujuan pembelajaran pada siswa
Merencanakan dan memberikan motivasi pada setiap refleksi pembelajaran tentang apa yang dipelajari dan bagaimana setelah pembelajaran terjadi
Mendorong siswa untuk menilai sendiri pekerjaannya
Berusaha keras untuk membangun suasana yang positif di dalam kelas sehingga membuat kesalahan adalah dianggap sebagai salah satu cara untuk perbaikan, tidak menjadi catatan setiap kegagalan
Memasukkan ke dalam sasaran kurikulum mengenai diskusi dengan siswa
Mendukung siswa untuk mengenali tahap selanjutnya dan berikan kirteria berupa outline sebagai standar dari pencapaian mereka
Mencoba untuk memberikan masukan yang mendukung, memotivasi dan memungkinkan siswa untuk memperbaiki diri
Seluruh elemen ini saling berhubungan . Dengan memberitahukan tujuan pembelajaran dapat membantu proses penilaian diri, seperti yang terdapat dalam tujuan kurikulum; penerimaan yang positif dan timbal balik yang informatif pada siswa memungkinkan mereka untuk menentukan langkah selanjutnya, yang menjadikan mereka lebih percaya diri bahwa dapat memperoleh prestasi. Masing-masing guru tentunya memiliki cara yang berbeda dalam memotivasi peserta didik.
Menurut Boud (Zulharman,2007) self assessment adalah keterlibatan pelajar dalam mengidentifikasi kriteria atau standar untuk diterapkan dalam belajar dan membuat keputusan mengenai pencapaian kriteria dan standar tesebut. Dengan kata lain self assessment adalah sebuah proses dimana pelajar memiliki tanggung jawab untuk menilai hasil belajarnya sendiri.
Menurut Burges (Hasanah, 2006) self assessment merupakan penilaian yang melibatkan siswa untuk memonitor dan menilai tentang belajarnya. Tieney et.al (Hasanah,2006) mengemukakan bahwa self assessment merupakan salah satu keterlibatan siswa di dalam proses penilaian.
Berikut ini pendapat - pendapat mengenai pentingnya self assessment dalam pembelajaran adalah:
Siswa hanya dapat menilai diri sendiri ketika mereka cukup mendapat gambaran yang jelas dari tujuan/target pembelajaran yang harus mereka capai. Namun, sangatlah mengherankan ketika banyak siswa tidak mengerti dan tampak telah biasa untuk menerima pengajaran di kelas dengan berbagai latihan yang melebihi kemampuan mereka. Apabila siswa memperoleh gambaran,kemudian mereka menjadi lebih termotivasi dan lebih efektif sebagai peserta didik: penilaian terhadap diri sendiri akan menjadi sebuah obyek diskusi dengan guru mereka dan temannya, dan lebih mencerminkan bahwa dirinya sangat penting dalam pembelajaran.
"Inside the Black Box", Black & Wiliam, 1998, halaman 9 / 10
Korelasi dan hubungan timbal balik dalam merencanakan, menunjukkan bagaimana pentingnya siswa mengevaluasi dirinya sendiri sebagai alat penilaian, dengan menilai pengetahuan sangatlah jelas dapat digunakan untuk mencerminkan informasi yang akan datang. Antusiasme anak-anak seharunya tidak mengherankan mengingat adanya peningkatan secara jelas dalam mengharagai diri mereka sendiri. Dengan lebih banyak waktu, siswa akan lebih memungkinkan untuk mengidentifikasi dan memecahkan kebutuhan belajar mereka sendiri. " "Unlocking Formative Assessment", Clarke, 2001, halaman 48-9 .
Guru mungkin akan kurang percaya terhadap hasil penilaian menggunakan self-assessment dan bagaimana penerapan yang efektif dalam pembelajaran. Hal ini membutuhkan pelatihan pada siswa untuk mengevaluasi pekerjaan mereka. Siswa yang memiliki kemampuan untuk mengenali kebutuhannya akan dapat lebih tekun terhadap tugas-tugas untuk mencapai standar kerja lebih baik dan meningkatkan nilai mereka.
" Classroom Assessment", Suffolk Advisory Service, 2000, halaman 18
Tak ada kekhususan tentang teknik yang dapat digunaka untuk menyertakan siswa di dalam penilaian di kelas. Yang penting adalah kepercayaan bahwa proses ini sangatlah membantu dalam pembelajaran.
"Assessment for learning", Sutton, 1995, halaman 136
Metacognition adalah sebuah proses menjadi sadar belajar sendiri: peserta didik dapat memantau sendiri belajar dan berpikir melalui proses pemantauan. Ada yang berfokus pada siswa dari evaluasi sendiri daripada kinerja dibandingkan dengan yang lain, yang kita tahu lebih mungkin untuk menjaga motivasi.
"Assessment", Stobart & Gipps, 1997, halaman 18
Kunci dari kemampuan dalam meningkatkan pembelajrana dan kinerja mereka akan melibatkan siswa untuk merefleksi dan sangat mengevaluasi kinerja mereka dan apa yang mereka pelajari dan mengidentifikasi cara belajar dan kinerja mereka.
Kurikulum nasional Handbook halaman 21 (SD) dan halaman 23 (SMP)
Peserta didik dapat mencapai tujuan belajar jika mereka memahami tentang tujuannya dan dapat menilai apa yang mereka lakukan untuk mencapai hal itu. Jadi penilaian diri sangat penting dalam pembelajaran.
"Working Inside the Black Box", Black et al, 2002, halaman 10
Pebelajar (siswa) akan dibantu untuk mengembangkan kemampuan dan kebiasaan untuk mereflski diri sendiri sehingga mereka dapat mengembangkan menjadi pemantau diri dan mengatur dirinya sendiri. "QCA Review of assessment arrangements: Assessment for Learning"
Self-assessment merupakan komponen penting dalam "Penilaian Pembelajaran", bukan merupakan hal yang baru dalam pembelajaran di kelas. Ini merupakan sarana dimana siswa harus bertanggung jawab pada pembelajaran mereka.
Manfaat yang diperoleh siswa dengan menggunakan self assessment:
Siswa menjadi bertanggungjawab untuk belajar sendiri
Siswa mampu mengenali langkah selanjutnya dalam belajar
Siswa merasa nyaman ketika belajar
Siswa lebih percaya diri dan menjadi lebih berpikir positif, misalnya saya mampu dari ketidakmampuan saya
Siswa secara aktif terlibat dalam proses pembelajaran (menjadi mitra/tidak hanya menerima)
Siswa menjadi lebih mandiri dan termotivasi
Manfaat penggunaan self-assessment bagi guru:
Ada pergeseran tanggung jawab dari guru ke siswa
Pembelajaran lebih efektif jika siswa memiliki motivasi dan kebebasan
Adanya timbal balik dari siswa akan membantu guru mengidentifikasi perkembangannya
Mengidentifikasi langkah selanjutnya untuk kelompok / individu
Mencocokkan persepsi siswa dengan guru dari apa yang telah dipahami - siswa menjelaskan strategi jadi guru mengidentifikasi proses berpikir
Lebih mengefisienkan pembelajaran dengan memberikan tantangan besar
Satu hal yang sangat dibutuhkan untuk menggunakan self assessment adalah kondisi kelas yang benar-benar kondusif dan efektif untuk pembelajaran. Seorang guru harus membuat kondisi kelas seperti berikut:
Kesalahan yang mengakibatkan kegagalan yang dilakukan siswa dalam pembelajaran harus ditindaklanjuti dengan perlakuan yang yang dapat membesarkan hati dan membuatnya terbuka dengan hal tersebut.
Siswa membutuhkan adanya motivasi yang digunakan untuk mencoba kembali agar dapat mencapai target dan tempat yang dapat menjamin kerahasiaanya.
Keadaan kelas biasanya membuat criteria sukses berdasarkan ukuran ketika dia mendapat angka 10 dari 10 pertanyaan maka hasilnya memuaskan, siswa yang dapat mencapai angka yang tinggi akan mendapatkan pujian. Nilai yang tinggi dilihat dari siswa yang menjawab pertanyaan dengan benar dan akan menjadi terkenal. Pencapaian yang tinggi dari siswa adalah mengembangkan gambaran diri yang positif, namun tidak harus belajar untuk mendapatkannya. "ketika kebiasaan di kelas hanya memfokuskan pada hadiah, angka tertinggi atau penempatan ranking kelas, kemdian siswa mencari untuk mendapatkan tanda yang terbaik dibanding dengan kebutuhan mereka pada pembelajaran yang seharusnya menjadi cerminan. Salah satu akibatnya adalah mereka memilih pilihan untuk menghindari tugas yang sulit. Mereka selalu meluangkan waktu dan energinya untuk mencari petunjuk pada 'jawaban yang benar'. " (Inside the Black Box: 8-9)
Sementara itu, pencapaian yang rendah pada siswa membuat mereka memiliki harga diri yang lemah apalagi ditambah dengan kegagalan yang terus menerus.
"Banyak yang segan untuk menanyakan pertanyaan disamping takut gagal. Siswa yang sulit mengahadapi dan hasilnya rendah akan mendorong untuk percaya bahwa mereka memiliki kemampuan yang kurang, dan keyakinan ini membuat mereka menghubungkan kesulitan mereka untuk membuat kesalahan dalam diri mereka sendiri bahwa mereka tidak dapat melakukan hal yang lebih banyak. Sehingga mereka 'mencoba menyakiti', menghindari menanamkan usaha dalam pembelajaran yang hanya mendapatkan kekecewaan, dan mencoba untuk membangun kembali harga diri mereka dengan cara-cara yang lain." (Inside the Black Boc:9)
Kita dapat mempelajari siklus ini dengan memahami permainan emosi dalam pembelajaran. Pada situasi yang optimum untuk belajar, siswa yang percaya bahwa dia bisa belajar, memperlihatkan perubahan wajah yang baru ke tingkatan 'kedamaian'. Dengan sukses mengembalikan harga diri siswa, dapat menggenapkan siklus itu. Siswa yang mencapai posisi rendah adalah yang percaya bahwa mereka tidak dapat belajar, terlihat dengan menunjukkan wajah yang stress. Hal ini karena 'emosi yang memuncak', akibatnya mereka terus berpikir tentang bagaimana keluar dari situasi seperti ini sehingga pikirannya tidak ada di tempat itu (di kelas). Pada beberapa kasus, situasi seperti itu merupakan timbal balik dari hasil pembelajaran, menghasilkan harga diri-negatif/positif dan akan tumbuh dengan berbagai pengulangan, akhirnya akan menjadi sebuah siklus.
Pertanyaan bagi guru adalah bagaimana menurunkan siswa yang memiliki Tipe A menjadi Tipe B. Pada beberapa sekolah, banyak yang memisahkan antara siswa yang memiliki pencapaian lebih tinggi dan siswa yang memiliki pencapaian rendah dan menghilangkan beberapa kompetisi. Pertanyaannya adalah mengapa dibedakan? Hal ini untuk membuat beberapa siswa Tipe A menjadi sukses. Bagaimanapun juga, situasi ruangan kelas harus sama, sehingga memungkinkan terjadi sedikit perbedaan antara siswa yang dapat naik ke atas dan yang lainnya tetap di bawah. Intinya bahwa kesuksesan itu di ukur berdasarkan apa yang dibandingkan dalam proses pembelajaran.
Penelitian Gillingham menunjukkan bahwa guru dapat mengubah kebiasaan tersebut dan meniadakan kesalahan dalam kegagalan dengan membantu siswa untuk melihat kesulitan dalam proses pembelajaran. Mendapatkan semua jawaban yang benar dengan cepat dan mudah pada waktu singkat dapat menjadi suatu hal yang patut dipuji walaupun cukup bertentangan. Hal ini merupakan tanda bahwa dari hal yang kecil juga dapat belajar. Membuat kesalahan, berjuang untuk memahami dan bertanya untuk memita bantuan merupakan tanda adanya proses pembelajaran dan siswa akan dipuji dari penunjukkan pembelajaran mereka.
Seperti yang dilakukan guru di Gillingham, dengan mengatakan bahwa:
"Ini hal yang baik, itu adalah cara kamu belajar"
"Jika kamu menemukan sesuatu yang berbeda. Itu adalah kesempatanmu untuk belajar sesuatu yang baru."
"Jadi tidak ada seorang pun yang menemukan hal itu sulit? Sehingga itu pemborosan waktu-kamu tahu itu!"
Dalam kondisi ini, siswa yang berhasil adalah yang memiliki kemauan yang lebih untuk bangkit ketika menemui kesulitan dan siswa yang masih kurang berhasil mulai untuk memahami bahwa mereka pada dasarnya tidaklah berbeda dari temannya yang pintar. Belajar dengan keras; perasaan ragu-ragu; ini tentang pengambilan resiko dan hal ini sama pada setiap orang.
Sebagian yang diungkapan oleh siswa yang di Gillingham adalah "Saya suka pertanyaan tentang 'apa yang sulit kamu temukan'? Kamu harus terus belajar jika masih sulit. Jika kamu menemukan pekerjaan yang mudah maka kamu tidak akan pernah belajar lebih."
Pandangan Penggunaan Self Assessment dalam segi psikologi perkembangan siswa
Sesuai teori Peaget (1959) mengenai perkembangan psikologi dari kurang lebih 12 tahun ke atas individu sudah dapat berfikir dalam bentuk dewasa yaitu dalam istilah dia sudah mencapai perkembangan pikir formal operation. Dalam tingkatan perkembangan ini individu sudah dapat memecahkan segala persoalan secara logik, berfikir secara ilmiah, dapat memecahkan masalah-masalah verbal yang kompleks atau secara singkat sudah tercapai kematangan struktur kognitifnya. Dalam periode ini individu mulai mengembangkan pengertian akan diri (self) atau identitas (identitiy) yang dapat dikonsepsikan terpisah dari dunia luar di sekitarnya. Berbeda dengan anak-anak, di sini remaja (adolescence) tidak hanya dapat mengerti keadaan benda-benda di dekatnya tetapi juga kemungkinan keadaan benda-benda itu di duga. Dalam masalah nilai-nilai remaja mulai mempertanyakan dan membanding-bandingkan. Nilai-nilai yang diharapkan selalu dibandingkan dengan nilai yang aktual. Secara singkat dapat dikatakan remaja adalah tingkatan kehidupan dimana proses semacam itu terjadi, dan ini berjalan terus sampai mencapai kematangan.
Hurlock (1973) memberi batasan masa remaja berdasarkan usia kronologis, yaitu antara 13 hingga 18 tahun. Menurut Thornburgh (1982), batasan usia tersebut adalah batasan tradisional, sedangkan aliran kontemporer membatasi usia remaja antara 11 hingga 22 tahun.
Perkembangan kognitif remaja, dalam pandangan Jean Piaget (seorang ahli perkembangan kognitif) merupakan periode terakhir dan tertinggi dalam tahap pertumbuhan operasi formal. Pada periode ini, idealnya para remaja sudah memiliki pola pikir sendiri dalam usaha memecahkan masalah-masalah yang kompleks dan abstrak. Pada kenyataan, di negara-negara berkembang (termasuk Indonesia) masih sangat banyak remaja (bahkan orang dewasa) yang belum mampu sepenuhnya mencapai tahap perkembangan kognitif operasional formal. Sebagian masih tertinggal pada tahap perkembangan sebelumnya, yaitu operasional konkrit, dimana pola pikir yang digunakan masih sangat sederhana dan belum mampu melihat masalah dari berbagai dimensi.
Sehingga dengan kondisi perkembangan yang dialami oleh masa remaja, penggunaan self assessment dapat digunakan. Jenjang pendidikan yang relevan pada tahapan ini adalah mulai dari tingkat SMP.
Kondisi di Indonesia
Secara garis besar, kondisi pendidikan di Indonesia masih sangat minim dalam hal inovasi pembelajaran terutama dalam penilaian pembelajaran. Kebanyakan penilaian hanya siswa tidak diberi kebebasan untuk mengungkapkan apa yang menjadi kesulitan atau pun kelemahan dalam dirinya. Sehingga penilaian menjadi teacher centre.
Berikut ini keadaan di dalam kelas yang sering terjadi khususnya di tingkat SMP:
Dalam pembelajaran, siswa cenderung untuk mengejar nilai dan kurang peduli pada proses pembelajaran.
Siswa masih banyak yang pasif sehingga sulit mengetahui apakah memang dia sudah mengerti atau belum
Siswa masih belum mengarah dalam mengajukan pertanyaan.
Siswa banyak yang belum menyadari bahwa dalam pelajaran sains, mengamati itu sangat penting.
Siswa banyak yang belum memahami mengenai makna pembelajaran bagi dirinya, mereka cenderung menerima sesuai yang diberikan oleh guru.
Dengan kondisi yang seperti ini, penerapan self assessmnent dalam pembelajaran belum sepenuhnya dapat dilakukan. Hal ini terkait dengan pola berpikir dan sikap siswa itu sendiri.
Namun bukannya tidak mungkin untuk menerpakan self assessment, justru ini dapat menjadi sebuah awal bagi siswa dalam pembelajaran mereka. Seseorang dapat dibentuk dari kebiasaannya. Begitupun dengan siswa. Jika hal-hal yang positif mengenai dirinya diterapkan dari sejak dini maka dia pun akan merespon dengan hal yang positif pula. Inilah yang masih harus dibangun dalam pendidikan di Indonesai yaitu memberikan hal-hal yang positif baik dalam pemikirannya maupun dalam dirinya untuk terus belajar dan berjuang.
Gagasan untuk menerapkan self assessment
Melihat kondisi pendidikan di Indonesia seperti yang diugkapkan di atas, maka dalam penggunaan self assessment harus dilakukan beberapa kegiatan sebagai berikut:
Membangun kedekatan guru dan siswa guna menumbuhkan keterbukaan antara keduanya.
Menggunakan model dan pendekatan pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik siswa, bahan ajar dan kondisi lingkungannya.
Memberikan rasa percaya diri pada semua siswa bahwa mereka memiliki kemampuan yang potensial.
Melakukan pembelajaran di luar kelas seperti di laboratorium guna menimbulkan kesan informal bagi siswa sehingga diharapkan akan timbul keterbukaan antara guru dan siswa.
Sebagai profesi, guru :
Memposisikan diri sebagai pelayan, yang mengutamakan pelayanan sosial lebih dari pada keuntungan pribadi.
Memiliki pengetahuan yang khusus, dalam hal ini pengetahuan mendidik anak usia dini.
Memiliki kreativitas intelektual dalam rangka menjawab tantangan profesi yang dihadapi.
Mendapat pengakuan dan status yang tinggi dari masyarakat
Memiliki otonomi yang tinggi yaitu kebebasan akademis didalam mengungkapkan kemampuan diri dan bertanggung jawab atas kemampuan dan kecakapannya.
DAFTAR PUSTAKA
Adil, Maksimus. Penilaian dan Evaluasi Belajar Ditinjau dari Sistem Belajar Student Centered. Tersedia: http://maxbona.multiply.com/journal/item/45/Penilaian_dan_Evaluasi_Belajar [11 Juni 2009]
Arikunto, Suharsimi. (2005). Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta :PT Bumi Aksara.
Hasanah, Emmy Widayani.(2006). Penggunaan Self Assessment Untuk Mengunkap Penguasaan Siswa Pada Konsep Reproduksi. Skripsi Pendidikan Biologi Universitas Pendidikan Indonesia. Tidak diterbitkan.
Retnowati, Sofia. 2006. Remaja dan Permasalahanny. [Online]. Tersedia: http://www.sofia-psy.staff.ugm.ac.id/files/remaja_dan_permasalahannya.doc [1 Juni 2009]
Rustaman, Prof. Dr. Nuryani Y. 2007. TREND PENILAIAN PEMBELAJARAN IPA MASA DEPAN. Tersedia: http://www.p4tkipa.org/jurnal/index.html?poppy_k__devi2.htm
S, Bambang dan Lukman. KELEMAHAN DAN KEUNGGULAN TEORI ELAJAR ANDRAGOGI.[Online].Tersedia:http://www.geocities.com/teknologipembelajaran/andragogi.html [2 Juni 2009]
Zulharman. Self Dan Peer Assessment Sebagai Penilaian Formatif Dan Sumatif. Tersedia:http://www.qub.ac.uk/directorates/AcademicStudentAffairs/CentreforEducational Development/Resources/PeerandSelfAssessment/ [20 Februari 2009]
_______. 2006. MODEL PENILIAN KELAS KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN SMP/MTS. Tersedia: http://www. scribd.com [20 Februari 2008]
_______. Self Assessment. Tersedia: http:// www. scribd.com/ AAIA North East Region [20 Maret 2009]
________. Assessment for Learning Checklist. Tersedia: http:// www.scribd .com [21 Maret 2009]
0 comments:
Post a Comment