Belajar pada hakikatnya merupakan proses perubahan di dalam kepribadian yang berupa kecakapan, sikap, kebiasaan, dan kepandaian. Perubahan ini bersifat menetap dalam tingkah laku yang terjadi sebagai suatu hasil dari latihan atau pengalaman. Kegiatan pembelajaran akan menjadi bermakna bagi anak jika dilakukan dalam lingkungan yang nyaman dan memberikan rasa aman bagi anak. Proses belajar bersifat individual dan kontekstual, artinya proses belajar terjadi dalam diri individu sesuai dengan perkembangannya dan lingkungannya. Kebermaknaan belajar sebagai hasil dari peristiwa mengajar ditandai oleh terjadinya hubungan antara aspek-aspek, konsep-konsep, informasi atau situasi baru dengan komponen-komponen yang relevan di dalam struktur kognitif siswa. Proses belajar tidak sekadar menghafal konsep-konsep atau fakta-fakta belaka, tetapi merupakan kegiatan menghubungkan konsep-konsep untuk menghasilkan pemahaman yang utuh, sehingga konsep yang dipelajari akan dipahami secara baik dan tidak mudah dilupakan.
Konsepsi dan pemahaman belajar dan pembelajaran bermakna dapat dilihat dan dikaji dari berbagai sudut pandangan yang bervariasi, seperti yang diungkapkan berikut ini. Belajar bermakna merupakan suatu proses mengaitkan informasi baru pada konsep-konsep relevan yang terdapat dalam struktur kognitif seseorang (Ausubel, dalam Ratna Wilis Dahar, 1996: 112). Untuk mencapai tujuan pembelajaran secara optimal diperlukan perencanaan yang sistematis dari guru yang memuat bagaiamna mengelola proses pembelajran agar bermakna bagi siswa.
Menurut paham konstruktivisme, siswa sendiri yang mengkonstruk makna atau pengetahuan yang dihadapinya. Proses pembelajaran, menurut konstruktivisme, akan bermakna apabila konsep-konsep yang diajarkan guru dapat dipahami secara lebih masuk akal, lebih dapat dipahami, dan lebih bermanfaat (Bell, dalam Dadang Mulyana, 2003). Menurut Abin Syamsudin (dalam Dadang Mulyana, 2003) proses pembelajaran akan bermakna dan berhasil bila siswa memiliki keingintahuan dan pengetahuan yang tinggi untuk mengetahui konsep yang dipelajari. Dan pembelajaran juga akan terasa bermakna bila guru dapat mengaitkan pelajaran dengan nilai-nilai agama, sehingga kepribadian siswa akan lebih utuh dan rohaninya akan terisi dengan imtaq (Zakiah Daradjat, dalam Dadang Mulyana,2003).
Dari beberapa pendapat di atas dapat disarikan bahwa belajar dan pembelajaran bermakna dapat ditinjau dari beberapa hal, misalnya; sejauh mana siswa dapat mengkonstruk sendiri pengetahuan dan maknanya, mengandung keterkaitan dengan konsepsi siswa sebelumnya, konsep yang diajrkan harus hirarkis, dihubungkan atau diintegrasikan dengan materi atau konsep lain, dan sesuai dengan perkembnagan kognitif siswa.
Sumber:
Mulyana, Dadang. (2003). Pengembangan bahan ajar topik tata surya yang diintegrasikan dengan nilai-nilai agama untuk meningkatkan hasil belajar siswa dan mengubah sikap siswa terhadap pelajaran IPA di kelas I Madrasah Tsanawiyah. Tesis pada PPS UPI. Bandung: Tidak diterbitkan.
2 comments:
setuju pa, mengajar tidak hanya transper ilmu tapi bagaimana anak karakternya jadi baik dengan apa yang kita ajarkan..
cepat hilangnya kalau hanya di berikan rumus-rumus saja. tanpa penerapannya dalam kehidupan
Betul pa.. jadi inilah tugas kita untuk meningkatkan dan memperbaharuai cara kita dalam mengajar...
Terimakasih atas komentarnya..
Post a Comment